Tuesday, December 05, 2006

Teologi Islam

Aspek
Teologi Islam



Persoalan politik akhirnya meningkat menjadi persoalan teologi dalam Islam. Penyelesaian sengketa antara Ali Ibn Bin Abi Talib dan Mu’awiyah Ibn Abi Sufyan dengan jalan arbitrase oleh kaum khawarij dipandang bertentangan dengan ajaran Islam. Al-Qur’an surah ke 5 Al-Maidah ayat 44-45 mengatakan :

Wa man lam yahkum bimaa anjalaAllahu faulaika humul kaafirin

Barang siapa tidak memutuskan suatu perkara dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itulah orang-orang kafir.

Penyelesaian Sengketa dengan arbitrase bukanlah penyelesaian menurut apa yang diturunkan Tuhan, dan oleh karena itu pihak-pihak yang menyetujui arbitrase tersebut telah menjadi kafir dalam pendapat kaum khawarij. Dengan demikian Ali, mu’awiyah, Abu musa Al-Asy’ari dan ‘amr Ibn Al-‘Aas menurut mereka telah menjadi kafir, kafir dalam arti keluar dari islam, yaitu Murtad, dan orang murtad wajib dibunuh, mereka pun memutuskan untuk membunuh ke empat pemuka tersebut.

Pengertian kafir adalah orang yang tidak percaya dan lawan dari kata kafir adalah mu’min yang artinya adalah orang yang percaya, di dalam Al-Qur’an kedua kata ini selalu di kontraskan. Didalamnya kata kafir dipakai terhadap orang yang tidak percaya pada Nabi Muhamad SAW dan ajaran yang beliau bawa. Yaitu orang yang belum menjadi mu’min atau belum masuk Islam (dengan kata lain dipake untuk golongan diluar islam). Tetapi khawarij memakai kata kafir di dalam golongan Islam sendiri.

KHAWARIJ

Dalam perkembangan selanjutnya kaum khawarij berpecah kedalam beberapa golongan, dan konsep kafir turut pula mengalami perubahan lebih lanjut :

1. Golongan Muhakkimah
Yaitu berpendapat bahwa orang Islam yang mengerjakan dosa besar adalah golongan kafir. Kata “kaba’ir” memang terdapat dalam Al-Qur’an , contohnya Surah An Nisa ayat 31.

إِن تَجْتَنِبُواْ كَبَآئِرَ مَا تُنْهَوْنَ عَنْهُ نُكَفِّرْ عَنكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَنُدْخِلْكُم مُّدْخَلاً كَرِي
Jika kamu jauhi dosa-dosa besar yang dilarang bagi kamu, perbuatan-perbuatan burukmu akan kami hilangkan.
“jika kamu menjauhi dosa-dosa besar diantara dosa-dosa yang dilarang mengerjakannya, niscaya kami hapus kesalahan-kesalahanmu dan akan kami masukkan kamu ketempat yang mulia(Surga).”

Tetapi ada pendapat bahwa yang mengatakan dosa besar adalah mempunyai keyakinan Tuhan lebih dari pada satu, karena terjemah ayat 48 surah An nisa’ mengatakan ‘Tuhan tidak mengampuni dosa syirik, dan mengampuni dosa selain dari itu bagi siapa yang ia kehendaki.

Tetapi ada hadis-hadis yang mengatakan bahwa dalam dosa besar selain syirik termasuk juga zina, sihir, membunuh manusia tanpa sebab, memakan harta anak yatim piatu, riba, meninggalkan medan pertempuran dan memfitnah perempuan baik-baik.

Maka siapa yang mengerjakan salah satu dosa besar tersebut, menurut golongan Muhakkimah akan menjadi kafir

2. Golongan Azariqah
yaitu golongan kedua, pengertian kafir dalam golongan ini mereka rubah dengan Musyrik, bagi golongan Azariqah yang menjadi musyrik bukan hanya golongan Islam yang dosa besar, tetapi juga orang Islam yang tak sefaham dengan mereka. Dalam pendapat mereka hanya orang Azariqah lah yang orang Islam, orang yang tidak menganut ajaran Azariqah bukanlah orang Islam, dan mereka tidak segan-segan membunuh orang-orang yang demikian.


3. Golongan Najdah
Yaitu golongan yang lebih moderat sedikit dibandingkan Azariqah, mereka berpendapat orang Islam lain bukanlah kafir atau musyrik, tetapi dalam pandangan mereka yaitu apabila dosa kecil dikerjakan terus menerus akan membuat pelakunya menjadi musyrik.


4. Golongan Sufriah
Yaitu golongan yang membagi dosa besar menjadi dua golongan, yaitu dosa yang ada hukumannya di dunia (zina, dll) dan dosa yang tidak ada hukumannya di dunia (meninggalkan shalat, puasa, dll). Golongan dosa yang pertama tidak membuat orang menjadi kafir, tetapi yang membuat dosa besar golongan kedua adalah kafir.


5. Golongan Ibadiah
Yaitu golongan paling moderat dalam golongan khawarij, mereka tidak memandang orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka musyrik dan tidak pula mu’min. mereka membagi kafir menjadi dua bagian yaitu kafir al-ni’mah (orang yang tidak bersyukur terhadap nikmat-nikmat yang diberikan Tuhan) dan kafir al-millah (orang yang keluar dari agama).



MURJI’AH

Akibat kerasnya faham khawarij ini, maka timbullah kaum Murji’ah, kaum yang sama sekali bertentangan dengan faham golongan pendapat khawarij, yaitu kaum Murji’ah, bagi kaum Murji’ah orang Islam yang melakukan dosa besar tidak menjadi kafir tetapi tetap mu’min, soal dosa besarnya diserahkan kepada Tuhan kelak di hari perhitungan (apabila diampuni dia masuk syurga, apabila tidak diampuni dia masuk neraka sesuai dengan waktu dilakukannya kemudian masuk syurga).

Nama Murji’ah berasal dari kata arja’a yang berarti menunda atau memberi pengharapan, mereka disebut kaum Murji’ah karena ajaran mereka memang menundakan soal dosa besar yang dilakukan orang Islam kepada Tuhan (di hari Kiamat), kaum Murji’ah tidak mengambil keputusan sekarang juga di dunia dengan menghukum pelaku dosa besar menjadi kafir dan tidak masuk surga. Ajaran kaum Murji’ah memberikan harapan bagi pelaku dosa besar untuk diberi ampun oleh Tuhan dan bisa masuk surga.

Argument yang kaum Murji’ah yang dijadikan adalah ‘bahwa orang Islam yang melakukan dosa besar masih mengucapkan kedua syahadat (tiada Tuhan selain Allah SWT dan Muhamad SAW adalah Rasulnya) dan orang ini masih mu’min dan bukan kafir atau musyrik, karena orang yang demikian masih mempunyai perbuatan-perbuatan baik yang akan menjadi imbangan bagi dosa besarnya kelak di Hari Perhitungan, Tuhan Bersifat Maha Pemurah dan Maha Pengampun dan mungkin Tuhan mengampuni dosa besar yang dilakukannya di masa hidupnya, dan di dunia ini ia tetap dianggap mu’min dan diperlakukan sebagai orang Islam lainnya.


Kaum Murji’ah berpendapat bahwa perbuatan tidak dapat dipakai sebagai ukuran untuk menentukan Islam atau kafirnya seseorang, yang menentukan hal itu ialah Iman di dalam Hati dan apa yang ada di dalam hati manusia hanya Allah lah yang tahu, disamping manusia yang bersangkutan sendiri, manusia hanya dapat mengetahui apa yang diucapkan orang lain dengan lisannya, apa yang di dalam hatinya tidak dapat diketahui orang lain, dan Iman seseorang tidak dapat dirusakkan oleh dosa yang dilakukannya, sangat bertentangan pendapatnya dengan kaum khawarij (lebih melihat Iman seseorang dengan amal atau perbuatan).

Kaum Murji’ah terpecah juga kedalam beberapa golongan seperti Al-Jahmiah,
Al-Salihiah, Al-Yunusiah, dan Al-khassaniah. Beberapa golongan ini dapat dibagi kedalam dua golongan besar, yaitu golongan Moderat dan golongan Ekstrim.

Golongan Moderat berpendapat bahwa selama seseorang mengakui bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT dan Muhamad SAW adalah Rasulnya, orang demikian masih Islam walaupun dosa yang dilakukannya dalam bentuk dosa besar tidak membuat ia keluar dari Islam, ia tetap orang Islam dan ia akan masuk surga, kalau di hari kiamat dosanya diampuni Tuhan ia akan segera masuk surga, dan kalau tidak diampuni ia akan di hukum di neraka sesuai dosa yang dilakukannya dan kemudian baru dimasukkan ke dalam surga.

Golongan Ekstrim berpendapat bahwa perbuatan betul-betul tidak mempunyai pengaruh dalam soal masuk surga atau neraka di akhirat kelak, baik itu dosa besar sekalipun tidak mempunyai pengaruh dalam hal ini, diantara mereka ada berpendapat orang yang beriman sesungguhnya ia pada lahir menyatakan kekufuran dan menyembah berhala, kemudian ia mati, ia akan tetap Islam dan masuk surga. Dan golongan ini membawa orang menjadi tidak mementingkan sikap ahklak dan moral, dan ini tidak sesuai dengan salah satu ajaran dan tujuan Islam yaitu pembinaan moral dan budi pekerti luhur umat.



MU’TAZILAH


Seseorang yang bernama Wasil Ibn ‘Ata’ lahir di Madinah di tahun 700M kemudian pindah ke Basrah dan meninggal dalam usia 49 tahun, ia turut memdengar kuliah-kuliah yang diberikan Al Hasan Al Basri di Mesjid Basrah. Pada suatu ketika wasil menyatakan pendapat bahwa ia tidak setuju dengan paham kwaharij dan bertentangan dengan murji’ah, menurut keyakinannya orang yang melakukan dosa besar bukanlah kafir dan bukanlah mu’min, posisinya diantara keduanya, kalau orang yang demikian meninggal sebelum taubat maka ia akan masuk neraka selama-lamanya, seperti orang kafir, tetapi kalau dia sempat taubat sebelum dia meninggal maka dia akan masuk syurga.
Wasil yang mempunyai paham yang berbeda kemudian mendirikan paham teologi yang bernama mu’tazilah.


Dimasa itu umat Islam telah banyak mempunyai kontak dengan keyakinan-keyakinan dengan agama lain dan dengan falsafat Yunani, akibatnya masuklah faham Qadariah dan Jabariah, faham Qadariah di pelopori oleh Ma’bad Al-Juhani (80 H) dan Ghailani Al-Dimasyqi (abad VIII M), yaitu faham yang menurut mereka manusia lah yang mewujudkan perbuatan-prbuatan nya dengan kemauan dan tenaganya, manusia dalam faham Qadariah mempunyai kebebasan dalam kemauan dan kebebasan perbuatan. faham Jabariah dipelopori oleh Al-Ja’ad Ibn Dirham (abad VIII M) dan Jahm Ibn Safwan (131 H), menurut faham jabariah perbuatan manusia diciptakan dalam diri manusia, dalam faham ini manusia tidak mempunyai kemauan dan daya untuk mewujudkan perbuatannya, semua perbuatannya telah ditentukan Tuhan semenjak awal.

Kontak dengan Falsafat Yunani banyak membawa pemuja’an akal kedalam kalangan Islamm, kaum Mu’tazilah banyak dipengaruhi hal ini dan tidak mengherankan dalam pemikiran teologi mereka banyak dipengaruhi oleh daya akal atau ratio dan mempunyai corak liberal.

Kaum Mu’tazilah dikenal mempunyai lima ajaran dasar , yaitu Al Tawhid, Al ‘Adl, Al wa’d wa al wa’id, Al manzilah bain Al manzilatin dan Al Amr bi Al ma’ruf Al nahy ‘an Al munkar

Ajaran dasar pertama (Al tawhid ) bertujuan membela kemurnian faham kemaha Esa’an Tuhan, ajaran dasar kedua (Al ‘Adl) yaitu Tuhan Maha Adil, ajaran dasar yang ketiga (Al wa’d wa al wa’id) adalah Tuhan akan melaksanakan janji baik dan ancamannya, ajaran dasar keempat adalah (Al manzilah bain Al manzilatin) yaitu orang yang di antara dua posisi (orang yg melakukan dosa itu tidak kafir dan apabila ia bertobat ia akan masuk syurga), ajaran dasar yang kelima (Al Amr bi Al ma’ruf Al nahy ‘an Al munkar) mengandung kewajiban menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat jahat.

Wasil Ibn ‘Ata’ → Abu Al Huzail Al’ Alaf (135-235 H) → Al Nazzam (185-221) → Al Jahiz (256 H) → Al Jubba’i (295 H) → Abu Hasyim (321 H) → Al Murdar (226 H) → Al Khayyat (300 H)



Kaum Mu’tazilah sudah tidak ada lagi, mereka mendapat tantangan keras dari umat Islam lain setelah berusaha untuk memaksakan faham-faham mereka dengan menggunakan kekerasan pada abad ke 9.




AL-ASY’ARIAH


Pemikiran rasional Mu’tazilah dan sikap kekerasan mereka mereka membawa pada lahirnya aliran teologi-teologi lain dalam Islam, Aliran itu timbul untuk menjadi tantangan bagi aliran yang bercorak rasionil dan liberal tersebut.

Tantangan pertama datang di Bagdad dari Abu Al-Hasan Al Asy’ari (873-935), faham-faham yang dimajukan Al Asy’ariah ini kemudian mengambil bentuk teologi yang diberi nama Al-Asy’ariah, di antara pemuka- pemuka termasyur terdapat nama-nama Abu Bakar Al Baqillani (1013 M), Imam Al Haramain Al Juwaini (419-478 H) dan Abu Hamid Al Ghazali (1058-1111)

Pendapat Al Asy’ari adalah Tuhan tetap mempunyai sifat-sifat, Tuhan kata Al Asy’ari tidak mungkin mengetahui dengan essensi-Nya, perbuatan manusia bukanlah diwujudkan manusia sendiri, tetapi diciptakan Tuhan, manusia bukanlah pencipta, tetapi dalam perwujudan dan perbuatannya manusia mempunyai bagian, sungguhpun bagian tidak efektif (diberi nama Al Kasb), karena Tuhan berkuasa mutlak, Tuhan tidak meski menjalankan janji-janji baik dan ancaman-Nya. Tuhan sebagai Pemilik Mutlak berbuat sekehandak hati-Nya terhadap Mahluk-Nya, mengenai dosa besar Al Asy’ari sependapat dengan Murji’ah Moderat.

Al Baqillani dan Al Juwaini tidak sepenuhnya sefaham dengan Al Asy’ari, terutama dalam soal Kasb, menurut mereka manusia masih mempunyai ke-bebanan dalam kehendak dan perbuatannya, hanya Al Ghazali yang setia pada ajaran Al Asy’ari.



MATURIDIAH

Tantangan kedua datang dari Abu Mansur Al Maturidi (944 M) di Samarqand, dalam soal-soal sifat-sifat Tuhan Al-Maturidi sefaham dengan Al Asy’ari, baginya juga Tuhan mengetahui bukan dengan zatnya, tetapi dengan Pengetahuan-Nya, Al Quran dalam pendapatnya juga bersifat qadim dan bukan diciptakan, mengenai dosa besar ia juga sefaham dengan Al Asy’ari, tetapi dalam perbuatan manusia ia berpendapat lain dari Al Asy’ari, pendapatnya lebih dekat dengan Al-Muta’zilah dalam artian bahwa manusialah sebenarnya yang mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dalam soal Al wa’d wa al wa’id Al Maturidi juga tidak sefaham dengan Al Asy’ari, sesuai dengan Al Muta’zilah ia berpendapat bahwa janji-janji baik dan ancaman-ancaman Tuhan pasti akan terjadi kelak.

Jelas kiranya teologi Al-Maturidi terletak diantara aliran Al-Asy’ari dan aliran Muta’zilah, pemuka-pemuka terbesar di aliran Al-Maturidi antara lain Abu Al-Yus Al-Bazdawi (421-493 H) dan Najm Al-Din Al-Nasafi (460-537 H).
Penutup

Aliran Asy’ariah dan Aliran Maturidiah masih ada dan inilah pada umumnya yang dianut oleh umat Islam sekarang, Aliran Maturidiah banyak dianut oleh pengikut-pengikut Mazhab Abu Hanafi, kedua aliran inilah yang disebut Ahli sunnah, tetapi faham rasional yang dibawa oleh kaum Muta’zilah mulai timbul kembali di abad ke-20, terutama dikalangan kaum terpelajar Islam, tetapi bagaimana pun, kaum Asy’ariah jauh lebih banyak dari pada pengikut-pengikut aliran lainnya. Tetapi jiwa kaum terpelajar sekarang lebih dapat menerima teologi atau falsafat hidup Muta’zilah, pemikiran-pemikiran Muta’zilah mulai ditimbulkan kembali oleh pemuka-pemuka pembaharuan dalam Islam periode abad ke-19, pandangan orang terhadap Muta’zilah telah berubah, kalau dulu dianggap kafir dan buku serta ajaran-ajaran dilarang, sekarang sudah ada pengarang-pengarang dan penyokong.

Dari uraian diatas dapatlah dilihat bahwa dalam lapangan hukum Islam, dalam Teologi Islam terdapat pula beberapa mahzab atau aliran, aliran-aliran yang ada dan yang timbul lagi adalah Asy’ariah, Maturidiah dan Muta’zilah. Ketiga aliran ini, sama halnya dengan mahzab-mahzab hukum Islam, tidak keluar dari ajaran-ajaran Islam, semuanya masih dalam lingkungan Islam dan oleh karena itu tiap orang Islam mempunyai kebebasan untuk memilih aliran teologi atau falsafat hidup yang sesuai dengan jiwanya.

Wallahu’alam bissowab

No comments: