Monday, February 15, 2010

Semangat Saling Menolong Antar Beragama

عن عبد الله بن عمر ر ضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله علعه و سلم : آلمسلم اخوالمسلم لـا يظلمه ولـا يسلمه ومن كان في حاجة أخيه كان الله في حاجه ومن فر ج عن مسلم كر بة فز ج الله عنه كر بة من كرب يو م القيا مة ومن ستر مسلما ستر ه الله يو م القيا مة (ر وا ه البخا ري ومسلم و أبو داود والنسا ئ والتر مذي)
Dari Abdullah Bin Umar RadhiyaAllahu Anhuma berkata, “Rasulullah saw bersabda “orang muslim itu saudara orang muslim lainnya, tidak menzhaliminya dan tidak membiarkannya. Dan barangsiapa yang (mencukupi) kebutuhan saudaranya maka Allah swt akan (mencukupkan) kebutuhannya pula, dan barang siapa meringankan beban kesedihan seorang muslim maka Allah swt akan meringankan beban kesedihan di hari kiamat darinya. Dan barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah swt akan menutupi (aib)nya kelak pada hari kiamat.” (Diriwayatkan al Bukhary, Muslim, Abu Daud, An Nasa’I, dan tarmidzy).
At Tirmidzi mengatakan hadits ini Hasan Shahih.

Penjelasan Bahasa : Aslama fulanun fulanan = mengantarkan seseorang kepada kehancuran karna tidak melindunginya dari musuhnya, malah menyerahkannya ke pihak musuhnya, kata ini lebih luas konotasi penggunaannya, segala yang anda antarkan kepada sesuatu yang mengarah kepada kehancuran, kurbah = kesedihan yg menggerogoti jiwa atau kesulitan dan kesusahan
Penjelasan : Maksud dari persaudaraan orang muslim dengan orang muslim lainnya berarti kokohnya pertalian antara mereka seperti layaknya persaudaraan saudara-saudara sekandung yang mengakibatkan terpupuknya rasa mencintai, saling menolong dan upaya memberikan yang baik dan mencegah yang dapat mendatangkan mudharat. Sebagai konsekuensinya, tidak menzhaliminya dan tidak pula membiarkannya begitu saja, menzhaliminya berarti mengabaikan haknya baik yang menyangkut keamanan jiwa, harta benda maupun kehormatan, didasari unsur kesengajaan atau tidak. Perbuatan zalim hukumnya mutlak haram, dan al-Qur’an sendiri dalam beberapa ayatnya telah melarang perbuatan zalim itu. Rasulullah saw juga telah menjelaskan masalah ini, “kezaliman itu adalah kegelapan pada hari kiamat” (diriwayatkan Asy-Syaikhany). Sedangkan membiarkannya adalah menghinannya dan membiarkannya diancam musuh atau diperlakukannya keji olehnya. Jika saja seorang muslim itu mempunyai keharusan untuk melindungi dirinya sendiri dari hal-hal yang membahayakannya maka hendaklah ia juga mempunyai perasaan yang sama terhadap saudaranya sesama muslim, yang menurut kacamata syariat dianalogikan sebagai satu dari bagian organ tubuh. Orang yang satu harus menolong orang lain sesama muslim yang berbuat zalim atau yang dizalimi. Menolongnya sebagai orang yang berbuat zalim adalah dengan mencegahnya dari kezaliman yang ia lakukan sabdanya.
“Dan, barangsiapa yang mencukupi kebutuhan saudaranya maka Allah swt akan (mencukupkan) kebutuhannya pula” adalah perintah untuk lebih mengutamakan kemaslahatan umum baik yang menyangkut masalah keuangan, keilmuan, ataupun pengajaran kesopanan! Pernyataan ini menegaskan kembali bahwa waktu yang diperlukan seseorang untuk mencari nafkah untuk menopang kepentingan orang lain, tidak akan hilang percuma begitu saja. Tetapi Yang MahaKuasa dan Yang MahaMengetahui, yang memegang segala simpanan langit dan bumi, akan selalu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Sehingga jika saja seseorang itu mengorbankan sedikit saja demi kepentingan umat manusia maka ia akan mendapatkan balasan dari Allah kebaikan yang lebih banyak. Seseorang yang berusaha memenuhi kebutuhannya dengan jalan memenuhi kebutuhan orang lain, berarti telah mendalami inti makna yang terkandung dalam keumuman firman Allah swt dalam surah Muhammad ayat 7
         
7. Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.


“Dan barang siapa meringankan beban kesedihan seorang muslim maka Allah swt akan meringankan beban kesedihan di hari kiamat darinya” Ini adalah anjuran untuk berusaha mencegah segala bentuk bencana yang hendak menancapkan kukunya di tanah kaum muslimin di dalam kehidupan ini. Ketika seseorang tengah tertimpa kelaparan maka anda akan berusaha mengupayakan bantuan dari orang yang berpunya atau meminta mereka yang kaya untuk mengulurkan tangan bantuannya : ketika seseorang sedang menganggur maka anda akan merasa terketuk untuk mengusahakannya pekerjaan, ketika seseorang sedang teraniaya oleh orang lain maka anda akan segera mencarikan jalan keluar dari penganiayaan itu, ketika seseoramg tengah diserang penyakit mata, anda berusaha untuk mengobatkannya atau membawa ke doktor. Secara garis besar anda berusaha untuk saudara-saudara anda demi menghindarkan mereka dari musibah atau paling tidak memperkecil musibah yang menimpa itu. Dan sebagai balasannya Allah swt memberikan jaminan bahwa kelak di hari kiamat Allah swt akan mengangkat kesedihannya, dimana kesedihan pada hari itu adalah kesedihan yang sangat menyakitkan karena sebelumnya tidak pernah terbayangkan bentuk kesedihan itu, lantaran kesedihan di dunia tidak ada bandingannya. Pada hari itu dimana harta benda tidak berguna itu, hanya pertolongan yang telah di tanam di dunialah yang akan dapat menolong, yakni pertolongan yang di tanam oleh orang-orang yang sebelumnya sudah menyadari bahwa dirinya kelak akan membutuhkannya.

Bunyi hadits selanjutnya “dan barang siapa menutupi (aib) seorang muslim maka Allah swt akan menutupi (aib)nya kelak pada hari kiamat” adalah sebuah perintah untuk menutupi segala kekurangan saudaranya sesama muslim bila mengetahuinya, zhahir dari pernyataan ini dapat ditangkap bahwa menutupi kekurangan itu menyangkut segala bentuk kekurangan, baik yang kecil ataupun yang besar yang sudah semestinya dijatuhi hukuman, misalnya mencuri, berzina, atau meminum khamer. Tapi yang sangat diharapkan adalah menutupi apa pun bentuk kekurangan itu. Para ulama menjelaskan lebih rinci tentang hal ini, jika ada seseorang yang melihat orang lain tengah melakukan perbuatan dosa yang nantinya dikhawatirkan dapat membuka jalan ke arah kemungkaran maka ia harus segera mencegahi ya bagaimana pun caranya, karena bila hanya didiamkan maka ia telah terhitung berdosa lantaran tidak bernahi mungkar, sehingga pada waktu itu ia di ibaratkan sebagai orang yang membantu seseorang melakukan tindakan dosa. Firman Allah swt dalam surah al Maidah ayah 2 dalam kalimat terakhir
...       •   •    
2. dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Masalahnya akan menjadi lain bila perbuatan dosa itu baru ia ketahui setelah semuanya terjadi. Bila ternyata yang berbuat itu diketahui dari golongan orang-orang yang sudah identik dengan dosa, maka ia berkewajiban menyampaikan hal itu kepada penguasa setempat, dikhawatirkan nanti dari perbuatan seorang saja akan berkembang menjadi sebuah kerusakan yang menyeluruh. Jika hal ini ditutupi berarti telah memberinya kesempatan untuk terus berbuat dan memancing orang-orang sekitarnya yang sudah rusak menjadi rusak. Tapi ketika tahu bahwa seseorang telah berbuat dosa sementara belum diketahui jelas apakah dari orang baik-baik atau orang yang sudah rusak, maka ia harus menutupi perbuatan tersebut. Dan boleh menyampaikan kepada pihak yang berwajib. Keputusan untuk menutupi aib itu juga tidak otomatis menyangkutkan dirinya sebagai orang yang berbuat dosa, karena memang ia belum mengetahui dengan pasti apakah orang yang ia pergoki tersebut sudah bertaubat atau belum. Dalam kasus seperti ini mengadukan kepada penguasa tidak diperbolehkan. Pendapat para ulama juga mengatakan ”cacat yang terdapat para diri para saksi, perawi dan orang-orang yang dipercaya memegang harta wakaf dan shadaqah itu termasuk bab menasehati orang-orang muslim, yang siapapun mengetahui cacat itu harus menasehatinya. Tidak dapat dikatakan itu termasuk bab ghibah atau wilayah mencoreng aurat, sebab pada pembahasan tema ini lebih berkonsentrasi pada keharusan bernahi mungkar. Kita sadar bahwa bagaimanapun juga kita tidak akan pernah mendukung seseorang untuk melakukan dosa. Namun bila dalam dengan pertimbangan menyebarluaskan aurat atau kekejian itu akan membawa manfaat bagi kalangan orang-orang muslim sendiri atau dengan mencegah timbulnya madharat, maka si pelaku dosa itu harus di ajukan kepada pihak yang berhak menanganinya, sebaliknya bila dengan menyebarluaskan tidak membawa arti apa-apa dan hanya sekedar membuka aib saja maka aib itu harus ditutupi, apalagi bila hal itu terjadi pada orang-orang yang belum mengenal kerusakan, dan satu hal yang perlu anda catat, ada aib budi pekerti yang tidak dapat ditembus oleh sorot mata manusia namun itu akan sangat menyakitkan bila diketahui, oleh sebab itu jika ada orang yang mengetahuinya hendaklah tidak menyebarkannya, karena menyebarkannya berarti menyakiti orang yang bersangkutan, sementara kita menyadari bahwa orang muslim itu adalah orang yang membuat orang-orang muslim lainnya terbebas dari perbuatan dosa dengan upaya lisan dan tangannya.
Allah swt berjanji kepada orang yang menutupi aurat ini akan menutupi auratnya kelak pada hari kiamat. Sehingga tidak kelihatan lagi oleh mata orang-orang yang melihat. Bahkan lebih dari itu, segala kesalahannya akan dimaafkan karena ia menanam amal kebajikan. Penafsiran kita “menutupi (aib) orang muslim dengan menutup mulut tidak sepenuhnya salah, hanya saja penafsiran diatas lebih jelas”.
Dalam firman Allah swt akhir kalimat Hud 114
.....  •        
114. .... Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.


(dr buku Adabun Nabi)

Imam Al-Nasa'i dan Karya Sunan Al-Nasa'i

I. Pendahuluan
Sejarah periwayatan hadis berbeda dengan sejarah periwayatan al-Qur’an. Pernyatan al-Qur’an dari Nabi kepada para sahabat berlangsung secara umum. Para sahabat, di samping ada yang menghafalnya juga banyak yang mencatatnya, baik atas perintah dari Nabi atau inisiatif sendiri. Setelah Nabi wafat, periwayatan al-Qur’an berlangsung secara mutawatir dari zaman ke zaman. Periwayatan ini bukan hanya secara lisan (hafalan) melainkan juga secara tertulis. Periwayatan dalam bentuk tertulis dan penghimpunan seluruhnya secara resmi dilaksanakan pada masa khalifah Usman dengan tujuan untuk keseragaman bacaan. Melihat proses periwayatan al-Qur’an begitu rumit dan selektif maka sangat sulit bagi orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk mengadakan pemalsuan.

Periwayatan hadis berlangsung secara a>h}a>d dan hanya sebagaian kecil saja yang berlangsung secara mutawa>tir. Sementara itu Nabi memang pernah pula melarang para sahabat untuk menulis hadis. Nabi pernah memerintahkan para sahabat saat itu agar menghapus seluruh catatan selain catatan al-Qur’an. Namun dalam kesempatan lain Nabi pernah juga menyuruh para sahabat agar menulis hadis. Nabi menyatakan bahwa apa yang keluar dari lisannya adalah benar. Oleh karena itu, beliau tidak keberatan bila hadis yang diucapkannya ditulis.
Kebijakan Nabi di atas berakibat hanya sebagian periwayatan hadis saja yang berlangsung secara tertulis pada zaman Nabi. Dengan demikian hadis yang berkembang pada zaman Nabi lebih banyak berlangsung secara hafalan dari pada secara tertulis. Hal ini berakibat bahwa dokumentasi hadis Nabi secara tertulis belum mencakup seluruh hadis yang ada. Selain itu tidaksemua hadis yang telah dicatat telah dikonfirmasikan kepada Nabi. Hal ini berlanjut bahwa hadis nabi tidak terhindar dari kemungkinan kesalahan dalam periwayatan. Ini berarti pula, bahwa hadis yang didokumentasikan secara tertulis dan secara hafalan harus diteliti baik sumber periwayatannya (sanad) maupun kandungan beritanya (matan).
Berkaitan dengan tujuan di atas, maka kegiatan pendokumentasian hadis sebagai kegiatan penelitian hadis telah berlangsung dari zaman ke zaman dengan karakteristiknya masing-masing. Pendokumentasian hadis sebagai langkah awal penelitian hadis mendapat pijakan untuk pertama kalinya ketika adanya perintah resmi dari Khalifah Umar bin Abdul Aziz (w. 101 H/720 M) salah seorang penguasa yang bijaksana dari Dinasti Umayyah, untuk mengumpulkan seluruh hadis yang berada di masing-masing daerah. Ulama hadis yang berhasil mengumpulkan hadis dalam satu kitab waktu itu adalah Syihab al-Din al-Zuhri (w. 724 H/742 M), seorang ulama hadis terkenal di wilayah Hijaz dan Syam.
Kajian penghimpunan hadis terus berjalan. Sekitar pertengahan abad kedua Hijriyah muncul berbagai kitab kumpulan hadis (hadis riwa>yah) di berbagai daerah, antara lain karya Abd al-Malik bin Juraij al-Bis}ri, Malik bin Anas, dan lain-lain. Karya-karya tersebut tidak hanya menghimpun hadis-hadis Nabi, akan tetapi juga memuat berbagai fatwa sahabat maupun tabi’in, dengan kualitas yang bermacam-macam yaitu s}ah}i>h}, h}asan dan d}a’i>f.
Masa berikutnya ulama menyusun kitab-kitab hadis berdasarkan nama-nama para sahabat yang meriwayatkan hadis yang disebut dengan al-musnad. Ulama yang mula-mula menyusunnya adalah Abu Dawud bin al-Jarud al-Tayalisi (w.204 H), kemudian diikuti oleh ulama-ulama hadis lainnya seperti Abu Bakr bin Zubair al-Humaidi (w.219 H) dan Imam Ahmad bin Hanbal (w. 242 H).
Ulama beikutnya sekitar pertengahan abad ke-3 H. berusaha mensistematisasi kitab-kitab hadis yang secara khusus menghimpun hadis-hadis Nabi yang berkualitas sahih menurut kriteria penyusunnya, misalnya al-Bukhari yang dikenal dengan Kitab al-Ja>mi’ al-S}ah}i>h} atau S}ah}iri, Imam Muslim bin Hajjaj al-Qusyairi dengan karyanya al-Ja>mi’ al-S}ah}i>h} atau S}ah}i>h} Muslim. Masih dalam era yang sama bermunculan pula berbagai kitab hadis yang sitematikanya persis dengan bab-bab fiqih. Dengan metode inilah kitab Sunan al-Nasa’i disusun, kitab yang menjadi objek pembahasan dalam tulisan ini, selain kitab hadis Abu Dawud al-Sijistani, Abu Isa al-Turmuzi, dan Ibn Majah al-Qazwaini.
Berkaitan dengan kitab Sunan al-Nasa’i, melihat kepada kualitas hadis yang diriwayatkan, ada ulama yang berpendapat bahwa kualitas kitabnya melebihi Kitab Sahih Muslim seperti yang dikemukakan oleh Al-Hafiz Abu Ali. Ia memberikan komentar bahwa persyaratan yang dibuat oleh Imam an-Nasa`i bagi para perawi hadis jauh lebih ketat jika dibandingkan dengan persyaratan yang dibuat oleh Imam Muslim. Untuk mengetahui lebih jelas tentang kitab hadis ini, maka dalam tulisan ini, penulis mencoba untuk menguraikan isi kitab tersebut dan hal-hal yang berkaitan dengannya.

II. Setting Historis Imam al-Nasa’i
A. Nama dan Tanggal Lahir
Imam al-Nasa’i nama lengkapnya adalah Ahmad bin Syu’aib bin Ali Bin Sinan bin Bahr bin Dinar, dan diberi gelar dengan Abu Abd al-Rahman al-Nasa’i. Beliau dilahirkan pada tahun 215 H di kota Nasa’ yang masih termasuk wilayah Khurasan. Kepada tempat kelahiran beliau inilah namanya dinisbatkan.
Penamaan kota Nasa’ ini erat kaitannya dengan sejarah penaklukan daerah tersebut. Ketika pasukan Islam hendak menyerbu negeri Khurasan, mereka harus melewati desa ini. Sewaktu penduduk desa mendengar akan datangnya pasukan Islam, maka semua kaum lelakinya melarikan diri dan meninggalkan desa sehingga ketika pasukan Islam datang ke desa ini, mereka mendapatkan penduduknya hanya tinggal kaum wanita saja. Melihat keadaan ini pasukan Islam berteriak-teriak dengan mengatakan “penduduk kota ini hanya kaum wanita saja”, yang dalam Bahasa Arab-nya disebut dengan al-Nisa’. Keadaan ini membuat pasukan Islam tidak jadi memerangi penduduk desa yang tinggal hanya kaum wanitanya saja. Maka sejak itu desa tersebut dikenal dengan sebutan “Nasa”.
Di kota Nasa’ ini beliau tumbuh melalui masa kanak-kanaknya, dan di sini juga beliau memulai aktifitas pendidikannya dengan mulai menghafal al-Qur’an dan menerima berbagai disiplin keilmuan dari guru-gurunya. Tatkala beliau sudah menginjak usia remaja, timbul keinginan dalam dirinya untuk mengadakan pengembaraan dalam rangka mencari hadis Nabi. Maka ketika usianya menginjak 15 tahun, mulailah beliau mengadakan perjalanan ke daerah Hijaz, Irak, Syam, Mesir, dan daerah-daerah lainnya yang masih berada di Jazirah Arabia untuk mendengarkan dan mempelajari Hadis Nabi dari ulama-ulama negeri yang beliau kunjungi. Dengan usaha yang sungguh-sungguh ini, tidaklah heran kalau beliau sangat piawai dan unggul dalam disiplin ilmu hadis, serta sangat menguasai dan ahli dalam ilmu tersebut.
Setelah menjadi ulama hadis, beliau memilih negara Mesir sebagai tempat bermukim untuk menyiarkan dan mengajarkan hadis-hadis kepada masyarakat. Beliau tinggal di Mesir ini sampai setahun sebelum beliau wafat, karena setahun menjelang beliau wafat ia pindah ke Damaskus. Di sinilah terjadi suatu peristiwa yang sangat menyedihkan yang sekaligus merupakan sebab kematiannya. Beliau meninggal pada tahun 303 H.
Beliau wafat pada hari Senen, tanggal 13 Bulan Syafar, tahun 303 H. (915 M) di al-Ramlah. Setahun sebelum ia meninggal dunia, ia pindah dari Mesir ke Damaskus. Di kota inilah beliau menulis kitab al-Khasa’is Ali bin Abi Talib (Keistimewaan Ali bin Abi Talib) yang di dalamnya menjelaskan tentang keutamaan dan keistimewaan Ali bin Abi Thalib menurut hadis. Ia menulis kitab ini, agar penduduk Damaskus tidak lagi membenci dan mencaci Ali. Ketika ia membacakan hadis-hadis tentang keutamaan Ali tersebut di hadapan orang banyak, beliau diminta pula untuk menjelaskan keutamaan Mu’awiyah bin Abi Syofyan. Akan tetapi ia dengan tegas menjawab bahwa ia tidak mengetahui adanya hadis yang menyebut keutamaan Mu’awiyah. Oleh pendukung Bani Umayyah ia dianggap berpihak kepada golongan Ali bin Abi Talib dan menghina Mu’awiyah, karena itu ia dianiaya dan dipukuli oleh pendukung Bani Umayyah. Ada yang menyebutkan, bahwa dalam kepayahan dan keadaan sekarat akibat penganiayaan tersebut, ia dibawa ke negeri Ramlah-Palestina dan meninggal di sana lalu dikuburkan di Damaskus. Namun menurut versi yang lain dan inilah yang paling banyak dianut orang bahwa beliau dibawa ke Mekkah, kemudian dikuburkan di antara Safa dan Marwa di Mekkah. Ia meninggal pada Tahun 303 H. atau 915 M. dalam usia 85 atau 88 tahun.
B. Sifat-sifatnya.
Dari segi fisik, al-Nasa’i dikenal sebagai seorang imam hadis yang mempunyai wajah yang cukup ganteng, kulit yang putih hingga kemerah-merahan. Dalam kehidupan rohani, ia dikenal sangat rajin dan selalu melaksanakan ajaran Islam dalam segala aspek kehidupan. Ia juga dikenal sebagai orang yang sungguh-sungguh dalam beribadah baik pada waktu malam maupun siang hari, melaksanakan ibadah puasa sunat dan puasa dawud dengan satu hari puasa dan tidak berpuasa pada hari berikutnya secara berselang seling terus menerus, serta melakukan haji secara kontinyu setiap tahunnya. Begitu juga dalam berjihad (perang), juga selalu beliau ikuti bersama-sama dengan umat Islam. Ketika terjadi peperangan di Mesir, beliau turut serta dalam membela agama Islam dan sunnah Nabi bersama-sama dengan Gubernur Mesir dengan mencurahkan segala daya intelektualnya dan keberaniannya. Dalam suasana peperangan tersebut, beliau masih sempat meluangkan waktu untuk mengajarkan hadis Nabi SAW kepada Gubernur dan para prajurit. Dengan modal keberanian dan keteguhan hati beliau inilah, beliau berhasil menjadi ulama yang “besar”, dengan tetap selalu menyebarkan ilmu dan pengetahuan pada masyarakat.
C. Guru-guru dan Murid-muridnya
Imam al-Nasa’i menerima dan mempelajari berbagai macam hadis dari guru-guru beliau yang jumlahnya sangat banyak. Hal ini dapat dipahami karena beliau sering mengadakan perjalanan ke berbagai daerah dengan tujuan untuk mendapatkan ilmu dan pengetahuan mengenai hadis Nabi. Di antara guru-guru beliau dapat disebutkan seperti Ishaq bin Rahawaih, Hisyam bin ‘Ammar, Muhammad bin al-Nadr bin Musawar, Suwaid bin Nasr, ‘Isa bin Hammad Zugbah, Ahmad bin ‘Ubadah al-Dibbi, Abi Tahir bin al-Sarh, Ahmad bin Muni’, Ishaq bin Syahin, Basyar bin Mu’az al-‘Aqdi, Basyar bin Hilal al-Sawwaf, Tamim bin al-Muntasir, al-Haris bin Miskin, Al-Hasan bin al-Sabbah, al-Bazzar, Humaid bin Mas’adah, Ziyad bin Ayyub, Ziyad bin Yahya al-Hasani, Suwar bin Abdullah al-‘Anbari, Abbas bin Abdil Azim al-‘Anbari, Abi Husain Abdillah bin Ahmad al-Yaribu’i, Abdul A’la bin Wasil, Abdul Jabbar bin al-’Ula’ al-’Ithar, Abdur Rahman bin Ubaidillah bin Sa’id, Utbah bin Abdullah al-Halabi, Ibnu Akhi al-Imam, Abdul Muluk bin Syua’aib bin al-Lais, Ubadah bin Abdillah al-Saffar, Abi Qudamah Ubaidillah bin Sa’id, Utbah bin Abdillah al-Marwazi, Ali bin Hajar, Ali ibn Sa’id bin Masruq al-Kindi, ‘Ammar bin Khalid al-Wasiti, ‘Imran bin Musa al-Qazaz, Umar bin Zurarah al-Kalabi, Umar bin Usman al-Himsa, Umar bin Ali al-Fallas, ‘Isa bin Muhammad bin al-Ramli, ‘Isa bin Yunus bin al-Ramli, Kasir ibn Ubaid, Muhammad bin Iban al-Balkhi, Muhammad bin Adam al-Musisi, Muhammad bin Isma’il ibn ‘Ulyah, Muhammad bin Basyar, Muhammad bin Manzur al-Maki, Muhammad bin Sulaiman Lawwin, Muhammad bin Abdullah bin ‘Ammar, Muhammad bin Abdullah al-Mukhrami, Muhammad bin Abdil Aziz bin Abi Razmah, Muhammad bin Abdul Maluk bin Abi al-Syawarib, Muhammad bin ‘Ubaid al-Muharibi, Muhammad bin al-‘Ala’ al-Hamdani, Muhammad bin Qudamah al-Musisi al-Jauhari, Muhammad bin Musanna, Muhammad bin Musaffa, Muhammad bin Ma’mar al-Qisi, Muhammad bin Musa al-Harasyi, Muhammad ibn Hasyim al-Ba’labaki, Abi al-Ma’afi Muhammad bin Wahab, Mujahid bin Musa, Mahmud bin Ghailan, Mukhallid bin Hasan al-Harani, Nasr bin Ali al-Juhdami, Harun bin Adbillah al-Hummal, Himad bin al-Siri, Haisam bin Ayyub al-Talaqani, Wasil bin Abdul A’la, Wahab Bayan, Yahya bin Darasat al-Basri, Yahya bin Musa, Ya’kub al-Dairaqi, Ya’qub bin Mahan al-Bina’, Yusuf bin Himad al-Ma’na, Yusuf bin ‘Isa al-Zuhri, Yusuf bin Wadih al-Mu’addib.
Adapun murid-muridnya dapat disebutkan juga, antara lain Abu Basyar al-Daulabi, Abu Ja’far al-Tahawi, Abu ‘Ali al-Nisaburi, Hamzah bin Muhammad al-Kinani, Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ibn Isma’il al-Nuhas al-Nahwi, Abu Bakr Muhammad bin Ahmad ibn al-Hadad al-Syafi’i, Abdul Karim bin Abi Abdirrrahman al-Nasa’i, Hasan bin al-Khadr al-Asuti, Abu Bakr Ahmad bin Muhammad bin al-Sunni, Abu al-Qasim Sulaiman bin Ahmad al-Tabrani, Muhammad bin Mu’awiyah bin al-Ahmar al-Andalusi, Hasan bin Rasyiq, Muhammad bin Adullah bin Hawaih an-Nisaburi, Muhammad bin Musa al-Ma’muni dan Abyad bin Muhammad bin Abyad.
D. Pengakuan Ulama Hadis Atas Kapasitas Keilmuannya.
Imam al-Nasa’i telah diakui keutamaan, keahlian, dan kepemimpinannya dalam bidang ilmu hadis oleh murid-murid beliau dan ulama-ulama lain yang datang sesudah generasi murid-muridnya. Hal ini terbukti dari perkataan beberapa ulama, seperti berikut ini:
One. Makmun al-Misri al-Muhaddis: Kami pergi bersama dengan al-Nasa’i menuju Tharsus pada saat penaklukan. Pada saat tersebut, berkumpul sekelompok imam-imam yang telah diakui keilmuannya seperti Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, Muhammad bin Ibrahim Murabbi’, Abu al-Azan, Kiljah, lalu mereka mengadakan musyawarah untuk menetapkan siapa yang menjadi pemimpin mereka, dan mereka memilih dan menetapkan Abdurrahman an-Nasa’i sebagai pemimpin.
Two. Murid al-Nasa’i, Abu ‘Ali an-Nisaburi al-Hafiz suatu saat ia berkata: al-Nasa’i adalah seorang Imam yang tidak diragukan lagi keahliannya dalam bidang ilmu hadis.
Three. Murid beliau, Abu Bakar al-Hadad asy-Syafi’i berkata “saya telah rela dan ikhlas an-Nasa`i menjadi hujjah antara aku dan Allah swt.
Four. Dua orang muridnya yang lain, Mansur bin Isma’il al-Faqih dan Abu Ja’far at-Tahawi berkata bahwa Al-Nasa’i merupakan salah seorang pemimpin (dalam bidang ilmu hadis) di kalangan umat Islam.
Five. Al-Hafiz Abu Sa’id bin Yunus berkata bahwa Imam al-Nasa’i adalah seorang ulama yang telah diakui keilmuannya, ke-siqah-annya dan kekuatan hafalannya.
Six. Al-Qasim al-Mutarrir berkata bahwa Imam al-Nasa’i adalah seorang Imam atau dapat juga dikatakan bahwa beliau berhak untuk dianggap sebagai seorang imam dalam bidang ilmunya.
Seven. Al-Dar al-Qutni mengatakan bahwa Imam al-Nasa’i adalah orang yang didahulukan selangkah dalam bidang ilmu hadis pada masanya ketika orang membicarakan keilmuan hadis. Pernyataan ini diperkuat lagi dengan statemen Hamzah as-Sahmi yang bertanya pada al-Dar al-Qutni tentang siapa yang harus didahulukan antara Abdurrahman an-Nasa`i dan Ibn Huzaimah ketika keduanya sama-sama membacakan sebuah hadis, lalu al-Dar al-Qutni menjawab: “Tidak ada orang yang menyamai dan didahulukan dari pada Abu Abdurrahman (al-Nasa’i) dalam bidang ilmu hadis, tidak ada orang yang wara’ seperti dia, dia adalah syekh di Mesir yang paling pintar pada masanya dan yang paling mengetahui dan mengerti tentang ilmu hadis.
Eight. Al-Khalili berkata bahwa al-Nasa’i adalah seorang yang hafiz mutqinun, telah diakui kekuatan hafalannya dan kepintarannya, dan pendapatnya sangat diandalkan dalam ilmu jarah dan ta’dil.
Nine. Ibnu Nuqtah berkata: al-Nasa’i adalah salah seorang tokoh dalam bidang ilmu hadis.
Ten. Al-Zahabi: al-Nasa’i adalah ulama yang padanya terkumpul lautan ilmu, disertai pemahaman dan kepintaran, dan sangat kritis terhadap seorang rawi serta mempunyai karangan yang sangat baik, dan banyak berdatangan para hafiz kepadanya. Selanjutnya beliau mengatakan juga bahwa tidak ada di antara tiga ratus orang yang lebih hafal selain dari an-Nasa`i karena dia merupakan orang yang paling tajam pengetahuannya dalam bidang hadis, paling tahu mengenai cacat hadis dan rawi yang meriwayatkannya jika dibandingkan dengan Muslim, Abu Dawud, Abu ‘Isa, serta dia merupakan penolong bagi kesamaran dan ketidakjelasan yang ada pada al-Bukhari dan Abi Zur’ah.
Eleven. Ibnu Kasir: Al-Nasa’i adalah seorang Imam pada masanya dan orang yang paling utama dalam bidangnya.
Berdasarkan pengakuan para ulama di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepiawaian al-Nasa’i tampak dalam berbagai bidang ilmu yang dapat dikelompokkan dalam:
One. Ilmu Hadis. Dalam bidang ilmu ini, kepiawaian an-Nasa`i telah diakui oleh Bukhari dan orang-orang yang setingkat dengannya di kalangan tokoh/pembesar ilmu hadis. Dalam bidang ini, ia mempunyai pengetahuan yang sangat luas sehingga ia dijadikan sebagai tempat pencari petunjuk. Di samping itu ia juga dianggap sebagai pemimpin dalam bidang ilmu ini. Sehingga ia dijadikan sebagai orang yang akan mengarahkan kepada jalan kebenaran. Di samping itu juga, ia mempunyai pengetahuan yang luas serta pemahaman yang mendalam terhadap sanad-sanad hadis, perbedaan rawi dan perbedaan cara pengungkapan hadis, sehingga ia dapat mentashih dan memperbaikinya.
Two. Ilmu Jarah-Ta’dil dan ilmu yang berhubungan dengan rawi.
Dalam bidang ilmu ini, ia dikenal sebagai kritikus yang sangat teliti yang tiada bandingannya. Ia men-jarah dan men-ta’dil dengan ungkapan yang sangat sopan dan jelas. Para ahli dalam bidang ilmu ini sesudahnya, sangat tergantung kepada pernyataan beliau, dan menempatkan pendapatnya pada tingkatan yang tinggi dan sangat mulia.
Hal ini dikarenakan, beliau memberikan syarat yang sangat ketat dalam hal diterima atau tidaknya periwayatan seorang rawi, jika dibandingkan dengan Imam Bukhari dan Muslim. Oleh karena ini, maka dia dianggap sebagai orang yang sangat ketat dalam menerima periwayatan suatu hadis, dan atas dasar ini pula Abu Ya’li al-Khalili menyatakan bahwa pendapat Imam an-Nasa`i dalam men-jarah dan men-ta’dil seorang rawi sangat dipercaya.
Three. Ilmu ‘Ilal al-Hadis
Jalan untuk menguasai ilmu ini adalah pengetahuan yang luas terhadap sanad-sanad periwayatan hadis, perbedaan-perbedaan periwayatan antara hadis yang satu dengan yang lain serta pengetahuan yang dalam tentang tingkatan para rawi. Dalam hal ini, al-Nasa’i sangat menguasai ketiga bidang ini, sehingga dengan demikian, ia dikatakan juga imam dalam bidang ilmu ilal al-hadis.
Four. Ilmu al-Fiqh (pemahaman) Hadis.
Dalam hal ini, Imam al-Daru Qutni mengatakan bahwa Imam al-Nasa’i adalah syekh Mesir yang paling paham tentang makna suatu hadis pada masanya. Demikian juga al-Hakim, beliau menyatakan bahwa perkataan (pendapat) an-Nasa`i tentang pemahaman suatu hadis sangat banyak, barang siapa yang memperhatikan Kitab Sunan-nya maka dia akan sangat kagum dengan pendapat yang beliau kemukakan. Inilah kesaksian dan pengakuan yang disampaikan oleh dua imam besar yang telah mengakui keutamaan dan kepemimpinannya dalam bidang fiqih. Hal ini semakin meyakinkan orang akan kedudukannya sebagai hakim. Khusus dalam bidang fiqih ini, al-Nasa’i tidak bisa diidentifikasi dalam hal mazhabnya jika dilihat dalam struktur mazhab yang empat. Akan tetapi, pengikut syafi’i mengklaim bahwa al-Nasa’i menganut mazhab syafi’i. Hal ini mungkin disebabkan oleh domisili tetapnya di Mesir yang mayoritas penduduknya menganut mazhab syafi’i, dan menerima pelajaran dari imam-imam bermazhab syafi’i serta mendengarkan pelajaran dari mereka.
E. Karya-karyanya.
Imam an-Nasa`i mempunyai beberapa buku karangan, dapat disebutkan di antaranya adalah sebagai berikut:
One. Al-Sunan al-Kubra.
Two. Al-Sunan al-Sugra, yang dinamakan juga dengan kitab al-Mujtaba`. Kitab ini merupakan ringkasan dari isi kitab al-Sunan al-Kubra.
Three. Musnad Malik
Four. Mana>sik al-Hajj.
Five. Kita>b al-Jum’ah.
Six. Igrab Syu’bah ‘Ali Sufyan wa Sufyan ‘Ali Syu’bah.
Seven. Khasa’is ‘Ali bin Abi Talib Karam Allah Wajhah, dan
Eight. ‘Amal al-Yaum wa al-Lailah.
M. ‘Ajaj al-Khatib menyebutkan dalam bukunya “Us}u>l al-H}adi>s” bahwa al-Nasa’i mengarang lebih kurang 15 buah buku dalam bidang ilmu hadis dan yang paling utama dan masyhur di antaranya adalah Kitab al-Sunan. (Sunan al-Kubra), yang akhirnya terkenal dengan sebutan nama Sunan al-Nasa’i. Kitab Sunan ini adalah kitab hadis yang derajatnya terletak setelah Kitab Sahihain dalam hal kitab yang paling sedikit hadis da’ifnya, akan tetapi paling banyak perulangannya. Misalnya hadis tentang niat, diulangnya sampai dengan enam belas kali.
Setelah Imam al-Nasa’i selesai mengarang kitabnya al-Sunan (al-Sunan al-Kubra), lalu beliau memberikannnya kepada Amir al-Ramlah. Karena di dalamnya masih terdapat berbagai macam hadis yang belum teridentifikasi, apakah termasuk hadis s}ah}i>h}, h}asan atau d}a’i>f, Amir meminta beliau untuk menyeleksi hadis-hadis yang ada pada kitab tersebut dengan hanya memasukkan hadis-hadis yang sahih saja. Atas permintaan Amir tersebut, beliau berhasil menyeleksi hadis-hadis yang ada pada kitabnya dengan hanya memasukkan hadis sahih saja dalam bentuk sebuah kitab, dan beliau menamakannya dengan kitab al-Sunan al-Sugra, atau dinamakan juga dengan kitab al-Mujtaba min al-Sunan, dan disebut juga dengan kitab al-Mujtaba. Walaupun ada perbedaan pendapat dalam penamaannya, akan tetapi semuanya mengacu pada satu kitab yaitu Kitab al-Sunan seperti yang kita kenal sekarang ini.
Dengan demikian, kitab al-Sunan al-Sugra ini merupakan kitab yang memuat hadis d}a’i>f yang paling sedikit setelah Sahih Bukhari dan Muslim. Kitab al-Sunan al-Sugra inilah yang ada pada kita sekarang ini yang kita kenal dengan kitab Sunan al-Nasa’i. Kitab ini juga yang menjadi pegangan para Muhaddisin dalam meriwayatkan hadis dari al-Nasa’i. Di dalamnya terdapat 5761 koleksi hadis Nabi.
III. Kitab Sunan Al-Nasa’i
Telah disebutkan di atas bahwa al-Nasa’i telah menyusun kira-kira 15 buah karya besar yang berhubungan dengan bidang keilmuan hadis dan ilmu-ilmu lain yang berhubungan dengan hadis, dan di antara karyanya yang paling terkenal adalah Kitab al-Sunan.
Dalam menyebutkan hadis di dalam kitabnya, al-Nasa’i tidak menyebutkan satu hadis pun dari orang yang nota bene ditolak periwayatannya oleh ulama-ulama hadis dan tidak mempercayai periwayatannya, sehingga dengan demikian kitabnya hanya berisi hadis sahih, hasan dan daif. Khusus dalam kitab hadis al-Sunan (dikenal dengan Sunan an-Nasa`i) yang merupakan ringkasan dan seleksi dari kitab al-Sunan al-Kubra, tidak terdapat hadis yang berkualitas daif dan kalaupun ada, itu sangat kecil jumlahnya dan sangat jarang sekali.
Kitab al-Sunan ini sederajat dengan sunan Abu Daud, atau sekurang-kurangnya mendekati satu tingkatan kualitas yang sama dengan sunan Abu Daud, dikarenakan al-Nasa’i sangat teliti dalam meriwayatkan dan menilai suatu hadis. Hanya saja, karena Abu Daud lebih banyak perhatiannya kepada matan-matan hadis yang ada tambahannya, dan lebih terfokus pada hadis-hadis yang banyak diperlukan oleh para fuqaha, maka sunan Abu Daud lebih diutamakan sedikit dari Sunan Al-Nasa’i. Oleh karenanya, Sunan Al-Nasa’i ditempatkan pada tingkatan kedua setelah Sunan Abu Dawud dalam deretan kitab-kitab hadis as-Sunan.
IV. Metode Penyusunan dan Sistematika Kitab Sunan al-Nasa’i.
Imam al-Nasa’i dikenal sebagai ulama hadis yang sangat teliti terhadap hadis dan para rawi. Ini terbukti dalam menetapkan kriteria sebuah hadis yang dapat diterima atau ditolak sangat tinggi, begitu juga halnya dengan penetapan kriteria seorang rawi mengenai siqah atau tidaknya. Dalam hal ini, Al-Hafiz Abu Ali memberikan komentar bahwa persyaratan yang dibuat oleh Imam al-Nasa’i bagi para perawi hadis jauh lebih ketat jika dibandingkan dengan persyaratan yang dibuat oleh Imam Muslim. Demikian pula Al-Hakim dan Al-Khatib mengatakan komentar yang kurang lebih sama dengan mengatakan bahwa sesungguhnya syarat yang dibuat oleh Imam al-Nasa’i lebih ketat dari persyaratan yang dibuat oleh Imam Muslim, sehingga ulama Maghrib lebih mengutamakan sunan al-Nasa’i daripada S}ah}iri.
Begitu selektifnya al-Nasa’i dalam menetapkan sebuah kriteria seorang rawi, beliau berhasil menyusun sebuah kitab yang cukup berharga dan sangat “besar” dengan nama al-Sunan al-Kubra. Karena di dalamnya belum mengadakan pemisahan antara hadis da’i>f, h}asan dan s}ah}i>h}, maka beliau akhirnya mengarang sebuah kitab yang bernama al-Mujtaba’ yang merupakan hasil seleksi dari kitab Sunan al-Kubra, dan isinya hanya terdiri dari hadis sahih saja. Kitab al-Mujtaba’ inilah yang akhirnya kita kenal sekarang dengan nama Sunan al-Nasa’i.
Dilihat dari namanya, maka kita akan segera tahu bahwa kitab hadis an-Nasa`i ini disusun berdasarkan metode sunan. Kata sunan adalah jamak dari kata sunnah yang pengertiannya juga sama dengan hadis. Seementara itu yang dimaksud dengan metode sunan di sini adalah metode penyusunan kitab hadis berdasarkan klasifikasi hukum Islam (abwab al-fiqhiyyah) dan hanya mencantumkan hadis-hadis yang bersumber dari Nabi Muhammad SAW saja (hadis marfu>’). Bila terdapat hadis-hadis yang bersumber dari sahabat (mauquf) atau tabi’in (maqtu>’), maka relatif jumlahnya hanya sedikit. Berbeda dengan kitab muwatt}}a}’ dan mushannif yang banyak memuat hadis-hadis mauquf dan maqtu’, meskipun metode penyusunannya sama dengan kitab sunan. Di antara kitab sunan yang populer, selain sunan al-Nasa’i adalah Sunan Abu Dawud al-Sijistani (w. 275 H), dan Ibn Majah al-Qazwini (w. 275 H). Imam Syafi’i (w. 204 H) juga menyusun kitab sunan, akan tetapi tidak banyak disebut-sebut oleh ulama hadis.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat ditegaskan bahwa Kitab Sunan al-Nasa’i (kitab al-Mujtaba’) disusun dengan metode yang sangat unik dengan memadukan antara fiqih dengan kajian sanad. Hadis-hadisnya disusun berdasarkan bab-bab fiqih sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, dan untuk setiap bab diberi judul yang kadang-kadang mencapai tingkat keunikan yang tinggi. Ia mengumpulkan sanad-sanad suatu hadis di satu tempat. Kemudian dapat ditegaskan juga bahwa Imam al-Nasa’i tampaknya dalam penyusunan kitabnya ini hanya mengkhususkan hadis-hadis sunah (marfu’) dan yang berbicara tentang hukum dan tidak dimasukkan di dalamnya yang berkaitan dengan khabar, etika dan mau’izah-mau’izah, hal ini dikarenakan kitab ini merupakan pilihan berupa hadis-hadis hukum dari kitab beliau yang lain, yaitu al-Sunan al-Kubra.
Adapun sistematika penyusunannya dengan lengkap dapat disebutkan di sini sebagai berikut:
No Nama Kitab Juz Hlm No Nama Kitab Juz Hlm
- Al-Muqaddimah I 3 11 Al-Jum’ah III 71
1. Al-Taharah I 12 12 Taqsir al-Salah fi al-Safar III 95
2. Al-Miyah I 141 13 Al-Kusuf III 101
3. Al-Haid I 147 14 Al-Istisqa’ III 125
4. Al-Gusl wa al-Tayammum I 162 15 Salat al-Khusuf III 136
5. Al-Salah I 178 16 Salat al-‘Idain III 146
6. Al-Mawaqit I 198 17 Qiyam al-Lail wa Tatawwu’ al-Nahr III 161
7. Al-‘Azan II 3 18 Al-Jana`iz IV 3
8. Al-Masajid II 26 19 Al-Siyam IV 97
9. Al-Qiblah II 47 20 Al-Zakah V 3
10. Al-Imamah II 58 21 Manasik al-Hajj V 83
11. Al-Jihad VI 3 34 Tahrim al-Dam VII 70
12. Al-Nikah VI 44 35 Qism al-Fai` VII 117
13. Al-Talaq VI 112 36 Al-Bai’ah VII 124
14. Al-Khail VI 178 37 Al-‘Aqiqah VII 145
15. Al-Ahbas VI 190 38 Al-Far’ wa al-‘Atirah VII 147
16. Al-Wasaya VI 198 39 Al-Said wa al-Zaba’Ibn H}ajar al-‘Asqala>ni> VII 158
17. Al-Nahl VI 216 40 Al-Dahaya VII 186
18. Al-Hibah VI 220 41 Al-Buyu’ VII 212
19. Al-Ruqba VI 226 42 Al-Qasamah VIII 3
20. Al-’Umra> VI 228 43 Qat’u al-Sariq VIII 57
21. Al-`Aiman wa al-Nuzur wa al-Muzara’ah VII 3 44 Al-‘Aiman wa al-Syara’‘ VIII 86
22. ‘ ‘Asyrah al-Nisa’ VII 58
Dari sistematika yang dipaparkan di atas, ada beberapa catatan dan komentar yang dapat diberikan mengenai susunan sistematika kitab al-Sunan an-Nasa`i di atas, yaitu:
1. Dari kitab (bab) pertama sampai dengan kitab (bab) ke-21, membahas tentang masalah thaharah dan shalat. Jumlah kitab (bab) yang terbanyak adalah mengenai salat.
2. Kitab (bab) puasa didahulukan dari pada zakat.
3. Kitab (bab) qism al-fai’ (pembagian rampasan perang) diletakkan jauh dari kitab jihad.
4. Kitab al-khali juga diletakkan berjauhan dari kitab jihad.
5. Melakukan pemisahan-pemisahan di antara kitab-kitab (bab-bab) al-ahbass (wakaf), wasiat-wasiat, an-nahl (pemberian kepada anak), al-hibah (pemberian), ar-ruqbaa. Sedangkan kitab atau pembahasan mengenai fara`id tidak ada.
6. Melakukan pemisahan-pemisahan antara kitab al-asyribah (minuman), al-said (perburuan), al-zaba’ih (semblihan hewan korban), al-dahaya (kurban Idul Adha).
7. Kitab Iman ditempatkan di bagian akhir.
8. Yang tidak termasuk hukum hanyalah kitab Iman dan kitab al-isti’azah.
Beberapa catatan mengenai sistematika penyusunan kitab hadis sunan Nasa`i ini dikemukakan agar dapat dianalisa lebih tajam lagi, bagaimana Imam Nasa`i menyusun sunannya yang pada akhirnya pemahaman akan kandungannya jauh lebih bermanfaat.
Kitab Sunan al-Nasa’i ini tidak luput dari perhatian dan komentar dari beberapa ulama hadis. Hal ini terbukti dengan banyaknya syarah dan penjelasan yang diberikan oleh beberapa ulama hadis yang datang sesudah beliau. Hal ini membuktikan bahwa kitab Sunan al-Nasa’i ini mendapat respon yang positif dan begitu baik di kalangan ulama hadis, dan tidak pernah ada kitab hadis diberi syarah begitu banyak oleh ulama hadis sebagaimana yang terjadi pada kitab Sunan al-Nasa’i. Di antara kitab-kitab syarah yang terkenal di antara sekian kitab syarah terhadap kitab sunan an-Nasa`i ini adalah sebagai berikut:
Jalal al-Din al-Suyuti (w. 911 H.) Syarah yang sangat ringkas dan jelas ini diberi judul Zahr al-Ruba’ ‘ala al-Mujtaba’. Terbit di Janpur pada tahun 1847, di New Delhi pada tahun 1850 dan di Cairo diterbitkan dalam bentuk dua jilid pada tahun 1312 H. Kitab syarah ini memberikan penekanan pada aspek nama-nama rawi, penjelasan lafaz, kata-kata yang agak asing dan aneh, serta menyebutkan sebagian hukum-hukum dan etika yang tercakup oleh berbagai hadis nabi. Dikatakan bahwa syarah yang diberikan oleh al-Suyuti ini lebih dekat kepada apa yang dimaksudkan oleh al-Suyuti.
Komentar dan penjelasan lain diberikan oleh Abu Hasan Nuruddin bin Abdul Hadi al-Sindi, lahir di Medinah dan meninggal pada tahun 1138 H. Kitab syarahnya diberi judul Hasyiyah Zahr al-Ruba’ ‘ala al-Mujtaba’. Syarah yang dibuat oleh al-Sindi ini juga dalam bentuk yang sangat ringkas dan tidak lebih panjang dan lengkap dari syarah yang diberikan oleh al-Suyuti. Syarah yang diberikan oleh as-Sindi ini membatasi pada hal-hal yang berhubungan dengan bahasa seperti penjelasan mengenai kata-kata asing dan struktur kata-katanya, yang semua ini dibutuhkan oleh para qari dan guru. Kitab syarah ini juga diterbitkan di India dan Cairo.
Syarah yang diberikan oleh al-Syaikh al-‘Alamah Siraj al-Din Umar bin Ali al-Mulqin al-Syafi’i, wafat pada tahun 804 H. Kitab syarah ini merupakan terletak dalam satu jilid bersama-sama dengan syarah terhadap Kitab al-Sahihain, Abu Dawud dan Turmuzi.
Dari sumber lain diperoleh keterangan bahwa masih terdapat lagi kitab syarah al-Nasa’i yang lainnya yang cukup masyhur yaitu syarah yang diberikan oleh Sayyid Ali bin Sulaiman al-Bajma’wi dengan nama ‘Urf Zahr al-Ruba’ ‘ala al-Mujtaba’.

V. Kesimpulan.
Dari sejumlah uraian di atas, dapat disimpulkan beberapa hal di antaranya:
1. Kegiatan pendokumentasian hadis sebagai bagian dari kegiatan penelitian hadis setelah Nabi wafat terus berkembang, dengan memunculkan berbagai kitab hadis dan mempunyai metode serta karakteristiknya masing-masing.
2. Kitab hadis Sunan al-Nasa’i ditulis dengan menggunakan metode al-Sunan, yaitu metode penulisan hadis yang sistematikanya mengikuti bab-bab yang ada dalam kitab fiqih.
3. Al-Nasa’i mengarang sejumlah kitab, di antaranya yang terkenal adalah kitab Sunan al-Nasa’i yang merupakan ringkasan dari kitab beliau sebelumnya yaitu Sunan al-Kubra, yang isinya belum diseleksi dari hadis-hadis yang d}a’i>f. Sebagai ringkasan dari kitab sebelumnya, maka dalam kitab Sunan al-Nasa’i ini hanya memilih hadis yang berkualitas sahih, hasan dan sangat sedikit yang berkualitas da’i>f.
4. Dalam meriwayatkan hadis, al-Nasa’i dikenal sangat ketat dalam penerimaan riwayat hadis. Atas dasar ini maka ada sebagian ulama ada yang menempatkan kitab sunannya di atas kitab sahih muslim.Afdawaiza






DAFTAR PUSTAKA
Al-‘Asqalani, Imam al-Hafiz al-Hujjah Syihab ad-Din Abi al-Fadl Ahmad bin ‘Ali bin Hajar. Tahzib at-Tahzib. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1415 H/1994.
-----------Fath al-Bari. Beirut: Da>r al-Fikr, t.th.
Bilal, Sa’ad Fahmi Ahmad. Siraj al-Munir fi Alqab al-Muhaddisin. Riyad: Dar Ibn Hazm, 1417 H/ 1996 M.
CD Room Mausu’ah al-Hadis asy-Syarif 1991-1997, VCR II, Global Islamic Software Company/Syirkah al-Baramij al-Islamiyyah ad-Dawliyyah.
Ensiklopedi Islam. Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993.
Hadi, Abu Muhammad Abdul Mahdi bin Abdul Qadir bin Abdul. Metode Takhrij Hadis. Terj. Said Agil Husin al-Munawwar dan Ahmad Rifqi Muchtar. Semarang: Dina Utama, 1994.
Isma’il, M. Syuhudi. Kaidah-kaidah Kesahihan Sanad Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1988.
Al- Itr, Nuruddin. Ulum al-Hadis. Terj. Mujiyo. Bandung: Rosda Karya, 1994
Al-Khatib, Muhammad ‘Ajaj. Us}u>l al-Hadis ‘Ulu>muh wa Mustahuh. Beirut: Da>r al-Fikr, 1409 H/1989 M.
-------. Al-Sunnah Qabla al-Tadwin. Kairo; Maktabah Wahbah, 1963.
Al-Muqaddisi, Al-Hafiz Abi al-Fadl Muhammad bin Tahir. Syurut al-A’immah al-Sittah. Beirut: Da>r al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1984
Al- Nasa’i, Abu Abd al-Rahman Ahmad. Sunan al-Nasa’i. Beirut: Da>r al-Fikr, t.th.
Rahman, Fatchur. Ikhtisar Musthalahul Hadis. Bandung; PT Al-Ma’arif, 1995
Rayyah, Mahmud Abu. Adawa ‘ala al-Sunah al-Nabwiyyah. Mesir: Da>r al-Ma`arif, t.th.
Ash-Shiddieqi, TM. Hasbi. Pokok-pokok Ilmu Dirayah Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.
Al-Suyuti, al-Hafiz Jalal ad-Din. Al-Itqa>n fi> ‘Ulu>m al-Qur’a>n. Beirut: Da>r al-Fikr al-Arabi, 1399 H.
-------. Syarah Sunan al-Nasa’i. Beirut; Da>r al-Fikr, t.th.
Syaltut, Mahmud. Al-Islam, Aqidah wa al-Syari’ah. Kairo: Da>r al-Qalam, 1966.
Syuhbah, Muhammad ibn Muhammad Abu. Fi> Riha>b al-Sunnah al-Kutub al-Sihhah. Kairo: Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah, 1969.
al-Tahhan, Mahmud. Taisir Must}alah al-Hadis. Beirut: Da>r al-Qur’an al-Karim, 1979.
-------. Us}u>l al-Takhri>j wa Dira>sah al-Asa>nid. Beirut: Da>r al-Qur’an al-Karim, 1979
Yakub, Ali Mustafa. Kritik Hadis. Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000

Friday, July 17, 2009

dasar gaptek

uwaaa, ada rasa sedih, edit2 template, taunya pada hilang gambar2 kartun, boycott, dan palestina. hik2.
lagi mau edit2?? think dulu deh

hmmmmm, welcome back may

hehe, setelah satu tahun tidak nulis blog, setelah tadi nyoba-nyoba masuk ternyata lupa pasword (kebangetan kamu may2, pelupa sekali) akhirnya klik lupa pasword, alhamdulillah setelah beberapa menit email datang dan mengucapkan "Untuk memulai proses penyetelan ulang sandi untuk belajar.mujahadah@yahoo.com Akun Google Anda, klik tautan di bawah ini.... (bla bla bla)" akhirnya saya dapatkan lagi.
berbicara tentang diri saya, alhamdulillah 1tahun lagi diusahakan lulus (kuliahnya jd 4tahun deh (amin), dr segi pekerjaan, tambah semerawut, tambah cape. saya g bisa bayangkan orang yang megang banyak perusahaan, paling susah nyari orang kepercayaan, yang sehati (emangnya jodoh) yang baik, yg pake jelbab, apalagi yang tidak digaji (heuheuehu), dan bbrpa kriteria lainnya(kmrn dapat, cuman dianya ternyata sibuk dakwah, yang menjadikan kurangya laba). seharusnya dengan dakwah, tapi juga tidak melupakan kewajiban dalam bekerja, karena kamu terikat pekerjaan dengan orang.

setelah pemilihan presiden, terlalu banyak yang membuat bingung, sampai2 hampir tidak mau nyoblos, tapi dipikir2 kalo partai yang tidak disukai menang, jadi berabe, alhamdulillah sby menang (wlaupun skrang byk kasus, baik di papua (yg menurut saya terlalu banyak perbedaan taraf hidup antara perusahaan dan warga), malasia yang sering memperlakukan tki dengan kasar, mesir, mekkah, dll).
saya sendiri tidak habis pikir, yang melakukannya adalah warga negara Islam, tetapi sifat rahman dan rahim hampir tidak ada di hati mereka, tapi ini khusus yang jahat, jauh di dekat mereka mungkin ada majikan yang masih baik, Allahuma Amin.

Wednesday, April 30, 2008

taaruf dr Mr

Assalamualaykum wr wb

bercerita kira2 bulan Desember akhir
pagi2 masuk sms, ternyata dari Murrabi, dengan isi nya "Assalamualaykum wr wb, may siap nikah g" pagi2 yg biasa masih ngantuk (kebiasaan tidur setelah shubuh) langsung hilang ngantuknya, ana rasa semua akhwat pasti seperti itu bila di kasih sms begitu.

terus ana balas sms murrabi "siap, tapi belum bisa masak" pencet tombol send
murrabi sms balas "ada kriteria ikhwan yg bagaimana yg di inginkan?" "bila di luar kota gimana".
terus ana balas sms murrabi "bila di luar kota ana tidak berani, kecuali dia mau ke banjarmasin, bila kriteria fisik tidak ada, yang penting shalat 5 tepat waktu dan kalo bisa berjamaah" terus ana send

terus disuruh bikin proposal/curiculum vitae. karena ikhwan nya sudah kirim kan
lalu send ke email murrabi.

lalu besok bikin cv, dan di kirim ke murrabi
(dalam hati bertanya-tanya, apakah ana kenal dengan calon ikhwan ini)

bersambung....
wassalamualaykum wr wb

Monday, January 21, 2008

HARAPANKU

Dear “Harapanku”
Yang selalu dihati

Hari ini adalah hari dimana aku sedang menangis karena “harapanku” mulai melemah, jatuh, putus asa dalam melewati suatu ujian dalam menjalin kasih sayang .
“harapanku” …kapan aku bisa melihat “Harapanku”yang dulu pernah aku kenal dan kubangga-banggakan??? “ Harapanku” yang selalu ceria dan selalu memandang kedepan…
dengan sungguh berat hati aku memberanikan diri untuk menulis surat ini untuk “Harapanku” ini semua sengaja kutulis karena sikap-sikap “Harapanku” dah muali berubah
“harapanku”aku selalu sayang sama kamu bahkan tanpa kamu sadari aku selalu berdoa agar kita bisa saling menyayangi lagi.
Dengan surat ini aku harap kamu mengerti kalau sikap-sikap “Harapanku” belakangan ini membuat aku jadi sedih. Aku juga berharap “Harapanku” bisa kembali seperti “Harapanku” yang penuh perhatian bukan seperti “Harapanku” yang sekarang ini yang selalu acuh tak acuh seolah olah sudah tidak kenal aku lagi….
Ayo “Harapanku” aku ingin lihat “Harapanku” yang dulu penuh semangat dan selalu memberikan dukungan buat aku dalam keadaan susah ato senang!!!
Coba “ Harapanku” bayangkan betapa sedih hati ini jika “Harapanku” hanya diam ketika aku sedang jatuh dan kamu malah menertawakan kegagalanku.
Coba lihat dan rasakan dengan hatimu kalau sebenernya masih ada orang yang begitu tulus menyayangimu, orang yang selalu menangis karena sikapmu, orang yang selalu berharap akan kedatanganmu dan selalu berdoa ditengah-tengah kesedihan karena hanya ingin mendapatkan sedikit saja kasih sayangmu yang tulus….!!!
“Harapanku” aku akan terus berharap ketulusan hatimu tuk memberikan semangat dan dukungan buat aku agar aku bisa melewati hari-hariku dengan penuh kebanggaan dan bisa menggapai semua angan-angan yang selama ini aku dambakan…
untuk saat ini hanya itu yang ingin aku minta darimu, aku ingin semangat yang bener-bener tulus dari kamu.
“ Harapanku” sebelumnya aku minta maaf , bukan maksudku ingin menambah beban perasaanmu aku hanya ingin dukungan dari kamu aja walaupun kita tak bisa bersama.
Aku sungguh merasa bahagia bila “Harapanku” selalu dekat dihatiku meski aku sadari kamu tak pernah ingin dekat denganku dan aku juga tau kamu lebih bahagia bila jauh dariku
Tanpa aku kamu lebih bahagia………………!!!!!!!!!!!!!
“Harapanku” …sekarang kamu sudah berada jauh disana tapi dimanapun “Harapanku” berada aku akan selalu merindukan walau tak ada kemungkinan tuk bertemu
“Harapanku” aku hanya tak ingin ada kebencian diantara kita , hanya itu keinginan terakhirku…….
“Harapanku” aku akan selalu menanti dan terus menanti walaupun hanya sakit yang kudapatkan.
“Harapanku” …kamu mau kan janji padaku…..
“Kamu harus jaga diri baik-baik ya”
walaupun tak bisa kumiliki tapi aku akan tetap mencintaimu dan aku akan selalu berdoa semoga kamu selalu berbahagia, berhasil, dan tercapai semua cita-citamu
“Harapanku” …semoga jadi orang yang berhasil!!!
Aku akan selalu mendukungmu walau kamu tak menginginkan semua itu dari aku

Wednesday, January 09, 2008

malam td jalan sama mr

assalamualaykum wr wb

salah satu fungsi liqo, menurut ana adalah menjalin silaturahmi, tp kesalahan manusia adalah, akrab dengan teman liqo dan murrabi hanya satu kali seminggu bertemu. yg begini sangat di sayangkan. pdhal kita bisa curhat, bisa bercanda, bisa miscl2 tengah malam, bisa saling gojlok2an.

ana punya teman liqo penghayal, jd setiap dkasih tausiyah, pikirannya menghayal ke kartun2, hayooo kalo adek baca pasti pipinya merah, cita2 dia menjadi jurnalistik, dan memang sudah dia buktikan dengan tulisan, baik itu di majalah, koran, dan selebaran-selebaran (Alhamdulillah dalam bentuk agama).

ada lagi satunya, polos dan lugu, hmmm, ana paling suka liat dia. peace deee
banyak liqo an ana yg mereka sudah akrab, mungkin hanya 3org yang baru dsana, ana salah satu nya tranferan kesana. sisanya memang sudah satu liqoan, dan mereka sangat subhanaAllah, yang satu waktu muraja'ah hapalan, dia ngomong begini sama satu nya 'salah, itu dibaca 2harakat, salah ka, yang ini jangan panjang' ternyata setelah ana telusuri, dia sebenarnya dapat beasiswa ke al azhar cairo, tp berhubung dia paling tua, jd tdk jd (peaceee lagi, ntar ana gojlokin lagi).
ada mala yg subhanaAllah wajah nya bercahaya, terpancar air wudhu, ada vina yg subhanaAllah di tarbiyah dr aliyah(setara slta), dll

terasa seperti ana yg paling minim apabila dsana. :) mohon ajarin ana lagi. fastabiqul khairat yaaa.

ada mr, yang alhamdulillah sering cerita2, alhamdulillah kami akrab, jadi mr bisa tau apa yg kurang di diri kita, agar kita bisa menjadi lebih baik lagi, Allahuma Amin.
wassalamualaykum wr wb.

Monday, January 07, 2008

email dr temen

dia berkata, bahwa akhwat muslimah versi dia adalah seperti tulisan di bawah ini


بسم الله الر حمن الر حيم
Allah yang menciptakan semuanya berpasang-pasangan
( An Najm : 45 )


Banjarmasin 4 Januari 2008
Waktu Dhuha

Assalamu’alaikum Wr Wb

Kepada Allah yang menciptakan semuanya berpasang-pasangan, Hanya pada-Nya kupersembahkan puji dan syukur atas segala nikmat yang Ia berikan hingga detik ini.

May...Aku berharap kedatangan surat ini sama sekali tidak mengganggu waktu belajarmu karena ku tau saat ini kau sedang mengahadapi ujian final test, aku hanya bisa berdoa semoga Allah membantumu saat final nanti.

May...Bagiku wanita yang ideal itu adalah wanita yang cantik juga shalehah, mudah-mudahan kau tak salah mengartikannya, cantik menurut kacamataku adalah wanita yang berbudi, dalam artian dihadapan anak-anak ia dihormati, dihadapan teman sejawatnya ia diteladani dan dihadapan oang tua ia disayang, jadi bagaimanapun rupanya ia tetap menarik karena pribadinya selalu menjadi buah bibir bagi siapapun.

Selanjutnya wanita yang shalehah menurutku adalah wanita yang selalu menyerahkan segala persoalan hidup ini lewat tahjud dan rajin mentadabburi Al Qur’an serta mengerti dalam aneka cabang ilmu, sehingga siapapun yang bertanya soal keimuan padanya pasti akan menemukan kekaguman pada setiap jawaban yang ia sodorkan (kutu buku)

May...mungkin aku tak akan pernah bisa menemukan wanita impianku ini, tapi aku selalu yakin kun fayakun nya pasti berlaku, karena Allah punya rencana terindah untuk hambanya....selama hambanya mau berserah diri dan mengerjakan amal shaleh sesuai anjuran sunnah Rasul-Nya

Mengakhiri dari tulisan ini, aku meminta pada Sang Khaliq, Semoga Allah mengijabah setiap rintihan hati ini, menjadikanku uswah bagi orang-orang yang shaleh, dan menjadi manusia yang selalu diberkahi rahmat dan magfirah.

Tsummassalamu’alaikum Wr Wb


Hormatku


(di sensor)

Thursday, January 03, 2008

A. Peringatan dan Ancaman Terhadap Neraka
Terdapat banyak kata neraka di dalam Al-Qur’an, baik itu sebagai peringatan dan ancaman kepada manusia dan jin.
Allah Swt berfirman :
        ••              
6. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
   
14. Maka, kami memperingatkan kamu dengan neraka yang menyala-nyala.
  
36. Sebagai ancaman bagi manusia.
    
66. Sesungguhnya Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat kediaman.
B. Nama-Nama Neraka
Nama-nama neraka ada tujuh macam, dan tedapat dalam beberapa firman Allah Swt
       • 
44. Jahanam itu mempunyai tujuh pintu. tiap-tiap pintu (telah ditetapkan) untuk golongan yang tertentu dari mereka. (Al Hijr : 44)
Dari Ibn Juraij mengenai firman Allah Swt “Jahanam itu mempunyai tujuh pintu” dia berkata bahwa tingkatan pertama bernama Jahanam, kedua neraka Ladza, ketiga neraka al Huthamah, keempat neraka al Sa’ir, kelima neraka Saqar, keenam neraka Jahim dan ketujuh neraka Hawiyah, di dalam neraka Hawiyah inilah Abu Jahal berada.
C. Malaikat-Malaikat Penunggu Neraka
        ••              
6. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
    • 
17. Maka Biarlah dia memanggil golongannya (untuk menolongnya),
18. Kelak kami akan memanggil malaikat Zabaniyah[1592],
[1592] Malaikat Zabaniyah ialah malaikat yang menyiksa orang-orang yang berdosa di dalam neraka.
D. Makanan dan Pakaian di neraka serta hewan-hewan yang ada dineraka
  •            
43. Sesungguhnya pohon zaqqum itu[1378],
44. Makanan orang yang banyak berdosa.
45. (Ia) sebagai kotoran minyak yang mendidih di dalam perut,
46. Seperti mendidihnya air yang amat panas.
[1378] Zaqqum adalah jenis pohon yang tumbuh di neraka.
                             
51. Kemudian Sesungguhnya kamu Hai orang-orang yang sesat lagi mendustakan,
52. Benar-benar akan memakan pohon zaqqum,
53. Dan akan memenuhi perutmu dengannya.
54. Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas.
55. Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum.
56. Itulah hidangan untuk mereka pada hari pembalasan".
Dari Ibn Wahab meriwayatkan dari Yahya Ibn Abdullah, dari Abu Abd al Rahman al Hubaliy, dari Abdullah Ibn ‘Amar dia berkata : “Sesungguhnya Neraka Jahanam itu memiliki pantai, di dalam pantai itu ada ular-ular dan kalajengking-kalajengking yang lehernya sebesar bukht (unta yang panjang lehernya).
Bahasan
فى تفا و تهم فى العذاب وذكر أهو نهم عذا با
Perbedaan Menerima Azab dan Menyebut Azab Yang Paling Ringan
عن النعما ن بثير ر ضى الله عنهما عن النبى صلى الله عليه و سلم قال: إن أهو ن أهل النار عذابا رجل فى أخمص قد ميه جمر تا ن يغلى منهما د ماغه كما يغلى المر جل با لقمقم
81. Dari Nu’man Basyir r.a dari Nabi Saw bersabda : sesungguhnya siksa penghuni neraka yang paling ringan bagi penghuninya adalah seorang laki-laki yang ditelapak kakinya diletakkan dua bara api kecil/kerikil yang membuat otaknya menjadi mendidih sebagimana mendidihnya tempat air mendidih (Panci/tempayan)
(Riwayat Bukhari).
Muslim lafaznya :
إن أهو ن أهل النار عذابا من له نعلا ن وشرا كان من نار يغلى منهما دماغه كما يغلى المر جل، ما يرى أن أحدا أشد منه عذا با، وإنه لأ هو نهم عذا با Sesungguhnya siksa yang paling ringan bagi penghuni neraka adalah orang yang memakai sandal dan tali sandal dari api, sendal itu membuat otaknya mendidih sebagaimana tempayan. Tidak ada seorangpun yang dilihat lebih ringan siksanya dari bentuk tersebut, sesungguhnya bentuk itu benar-benar siksa yang paling ringan.
و عن أبى سعيدالخد ر ى ر ضى الله عنه عن النبى صلى الله عليه و سلم قال : إن أهو ن أهل النار عذابا رجل منتعل بنعلين من نا ر يغلى منهما دماغه مع أجزاءا لعذا ب، ومنهم من فى النار إلى كعبيه مع أجزاء العذب، ومنهم من فى النار إلى ركبتيه مع أجزاء العذا ب، ومنهم من قد اغتمر
82. Dari Abi Sa’id al Khudry r.a dari Nabi Saw bersabda : sesungguhnya siksa bagi penghuni neraka yang paling ringan adalah seseorang yang diberi sandal dari api yang menyebabkan otaknya mendidih beserta beberapa bagian siksa yang lain. Diantara mereka ada yang dibakar sampai kaki, kepada buku lali, dan sampai ke lutut, dan ada dari sebagian mereka tenggelam.
(Riwayat Ahmad dan Bazar, periwayatnya Shahih).
Dan dalam kitab Muslim disingkat :
إن أد يى أهل النار عذابا منتعل بنعلين من نا ر يغلي د ما غه حر نعليه
Sesungguhnya serendah siksa penghuni neraka adalah orang yang dipakaikan dua sandal dari api neraka, mendidih otaknya dari panas sandal itu.
و عن أبى هر يرة ر ضى الله عنه عن النبى صلى الله عليه و سلم قال: إن أدنى أهل النار عذابا الذ ى له نعلا ن من نا ر يغلى منهما د ماغه
83. Dari Abi Hurairah r.a dari Nabi Saw bersabda : seringan-ringan siksa penghuni api neraka orang yang baginya dua sandal dari api membuat otaknya mendidih.
(Riwayat at Thabrani dan Isnad yang shahih dan Ibnu Habban pada kitab shahihnya)
و عن ابن عبا س ر ضى الله عنهما عن النبى صلى الله عليه و سلم قال: إن أهو ن أهل النار عذابا أبو طلب وهو منتعل بنعلين يغلى منهما دماغه
84. Dari Ibnu Abbas r.a dari Nabi Saw bersabda : sesungguhnya seringan-ringan siksa penghuni neraka yaitu Abu Thalib, dia memakai sandal yang mendidih dari otaknya.
(Riwayat Muslim)
وعن عبيد بن عمير ر ضى الله عنهما قال: قال رسو ا لله صلى الله عليه و سلم :إن أد نى أهل النار عذابا لر خل عليه نعللان يغلى منهما د ماغه كأ نه مر خل مسا معه جمر، وأضراسه جمر, وأشفا ره لهب النار,وتخر ج أحشاء جنبيه من قد ميه, وسا ءر هم كا لحب القليل فى الما ء الكثر فهو يفر
85. Dari Ubayid bin Umair r.a berkata “bersabda Rasulullah s.a.w” : sesungguhnya seringan-ringan penghuni neraka seorang laki-laki yang diberikan dua sandal yang akan membuat mendidih otak nya seperti tempayan, dan pendengerannya seperti bara, dan giginya seperti bara, dan pandangannya seperti jilatan api, dan keluar ususnya dari kakinya, dan kebanyakan mereka seperti biji yang sedikit pada air yang banyak seakan dia mendidih.
(hadits mursal dengan sanad yang shahih).
86. Dari Samurah bin Jundub r.a dari Nabi Saw bersabda : sebagian mereka ada api yang sampai buku lali, dan sebagian mereka ada yang sampai lutut, dan ada yang sampai kepinggang, dan ada yang sampai leher, dan ada yang sampai jakun.
(Riwayat Muslim).
Dan pada riwayat : sebagian mereka api sampai ke lutut, pinggang dan sebagian mereka ada yang sampai ke lehernya.
87. Dari Abi Hurairah r.a dari Nabi Saw bersabda : sesunggunya neraka jahanam itu menerima mereka, api menyambar sehingga tidak ada lagi daging ditulang. Ditelan sampai habis.
(Riwayat Tabrani kitab Ausat dan Baihaky hadits marfu dan meriwayatkan selain mereka itu dengan hadits mauquf dan ini lebih shahih).
88. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a pada firman Allah Swt ayat 41 Ar Rahman
    •  
41. Orang-orang yang berdosa dikenal dengan tanda-tandannya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki mereka[1445].
[1445] Maksudnya: pada hari berhisab tidak lagi didengar alasan-alasan dan uzur-uzur yang mereka kemukakan.
Berkata Ibnu Abbas r.a , beliau berkata : “dikumpulkan antara kepalanya dan kakinya kemudian dipatah seperti kayu.
(Riwayat Baihaqi dengan hadits mauquf)
89. Dari Umar bin Khattab bahwa beliau membaca ayat An Nisa 56
•           •          
56. Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat kami, kelak akan kami masukkan mereka ke dalam neraka. setiap kali kulit mereka hangus, kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Berkata Umar “wahai Ka’ab beritahukanlah aku akan tafsirnya, maka jika engkau benar, maka akupun akan membenarkanmu, sebaliknya apabila engkau bohong maka aku menolak pendapatmu” maka berkatakah ka’ab “sesungguhnya kulit anak cucu Adam itu dibakar (dihanguskan) dan dijadikan utuh seperti semula pada tiap-tiap jam, atau pada tiap-tiap hari sebanyak 6000kali” maka umar berkata “engkau benar”.
90. Dari Hasan Al Basry r.a berkata : setiap kali kulit mereka masak (hangus) kulit mereka akan digantikan dengan kulit yang lain supaya merasakan pedihnya azab, berkata Hasan “api itu memakan mereka setiap hari 70.000 kali, setiap kali memakan, dikatakan kepada mereka : kembalilah kalian, maka mereka kembali seperti semula.
91. Dari Anas r.a dari Nabi Saw bersabda : di datangkan kepada seorang manusia yang paling banyak mendapatkan nikmat di dunia dari penghuni neraka, kemudian di celupkan ke api neraka dalam satu celupan, kemudian dikatakan kepadanya “wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan melihat kebaikan selama kamu hidup?, apakah engkau pernah merasakan kenikmatan selama di dunia?” maka dia berkata “tidak demi Allah wahai Tuhanku” dan didatangkan kepada orang yang paling sengsara di dunia dari penghuni syurga, kemudia dia dicelupkan satu celupan kesyurga maka dikatakan kepadanya “wahai anak adam, apakah engkau pernah melihat kesengsaraan?, apakah engkau pernah merasakan kesengsaraan?” maka dia berkata “tidak demi Allah Tuhanku, aku tidak pernah merasakan kesengsaraan sedikitpun”.
(Riwayat Muslim).
Penutup
Maka dapat kita simpulkan, bahwa azab yang paling ringan di neraka adalah manusia yang diberikan sandal dari api maka kepalanya juga akan mendidih seperti tempayan dan dia mengganggap bahwa itulah siksa yang paling berat, dan dia tidak meihat ada orang lain.
Hanya Tobat Nasuha dan Istighfar dan perbuatan baik yang akan menghapus dosa-dosa.
        •    
60. Kecuali orang yang bertaubat, beriman dan beramal saleh, Maka mereka itu akan masuk syurga dan tidak dianiaya (dirugikan) sedikitpun
   •     •        
114. Dan Dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.

Al Ilmu

1. DEFINISI AL ILMU
a. Menurut bahasa (Arab) : al Ilmu lawan kata al Jahlu (tidak tahu atau bodoh). (Lihat Lisanul Arab) Atau : mengenal sesuatu dalam keadaan aslinya dengan pasti. (Kitabul Ilmi hal 11)
b. Menurut Istilah : Ilmu yang kita maksud di sini adalah Ilmu syar’i yaitu ilmu tentang penjelasan-penjelasan dan petunjuk yang Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa turunkan kepada rasul Nya (atau dengan kata lain Ilmu tentang al Qur`an dan as Sunnah).
Ilmu yang disebut-sebut dalam (al Qur`an dan as Sunnah) dan mendapatkan pujian adalah ilmu wahyu (Kitabul Ilmi hal 11) Namun demikian bukan berarti bahwa ilmu-ilmu yang lain tidak ada manfaatnya. Ilmu-ilmu lain dikatakan bermanfaat jika dilihat dari salah satu sisinya (yang baik) yaitu : jika membantu dalam ketaatan kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan dalam menolong agama Allah serta bermanfaat bagi kaum muslimin. Kadang-kadang hukum mempelajarinya menjadi wajib, jika itu masuk dalam firman Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa:
و أعدوا لهم ما استطعتم من قوة و من رباط الخيل
“Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi dari kuda-kuda yang ditambat untuk berperang.” (QS Al Anfaal: 60).(Lihat Kitabul Ilmi, hal 12)

2. MASYRU’IYYAH MENCARI ILMU DAN LARANGAN TAQLID
A. Masyru’iyyah mencari ilmu
1) Dalil Al Qur’an :
فاعلم أنه لا إله إلا الله واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات والله يعلم متقلبكم ومثواكم (محمد:19)
Al Bukhory berdalil dengan ayat ini untuk menunjukkan wajibnya mempunyai ilmu (pengetahuan) sebelum mengeluarkan ucapan dan melakukan perbuatan. Ini dalil yang tepat yang menunjukan bahwa manusia hendaknya mengetahui dahulu, baru kemudian mengamalkannya
2) Dalil hadits.
طلب العلم فريضة على كل مسلم
Sedang hukum menuntut ilmu adalah :
a. Fardlu ‘ain.
Menuntut ilmu hukumnya menjadi fardlu ‘ain bagi setiap muslim, jika menjadi prasyarat untuk mengetahui sebuah ibadah atau mu’amalah yang hendak dikerjakan. Dalam kondisi seperti ini, wajib baginya untuk mengetahui bagaimana cara ibadah kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan cara bermu’amalah.
b. Fardlu kifayah.
Tholabul ilmi pada asalnya (hukumnya) fardlu kifayah. Jika sudah ada sebagian orang yang mengerjakan maka bagi yang lain hukumnya sunnah. Hal-hal lain (berkaitan dengan tholabil ilmi ) yang tidak termasuk dalam fardlu ‘ain di atas hukumnya adalah fardlu kifayah. Seorang tholabul ilmi menyadari bahwa ia menjalankan sebuah kewajiban (fardlu kifayah) agar ia memperoleh pahala orang yang menjalankan kewajiban ,disamping itu juga mendapatkan ilmu.
B. Larangan Taqlid.
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman :
ولا تقف ما ليس لك به علم إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسئولا (الإسراء: 36)
Ayat diatas menjelaskan prinsip dasar syar’i yang benar tentang bagaimana sikap seorang muslim ketika mendengar ,melihat atau menyakini sesuatu . semua itu harus dibangun diatas ilmu, tiada alternatif lain . Jelasnya makna ayat tersebut adalah : Janganlah anda mengikuti apa yang anda tidak mengetahui pengetahuan tentangnya. Maka apa yang setiap kita dengar atau kita lihat harus kita simpan dahulu didalam hati kita, bahkan kita wajib meneliti dan memikirkanya. apabila ternyata kita dapat mengetahuinya secara jelas, barulah kita yakini. Tetapi kalau tidak, kita tinggalkan seperti sediakala, dalam keadaan penuh keraguan, dugaan-dugaan serta prasangka yang tidak bisa dianggap (sebagai apa-apa). Al Imam Bakr bin ‘Abdullah Al Muzani berkata: “Hati-hatilah jangan sampai kamu mengatakan sesuatu yang apabila benar perkataanmu, maka kamu tidak akan mendapatkan pahala, dan apabila salah perkataanmu maka kamu akan berdosa. Itulah dia su’uzhonn (berprasangka buruk). (Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam Ath-thobaqoth VII /210 dan Abu Nu’am dalam Al-Hilyah II/226).
Adapun dari hadits: Dari Abu Sa’id Al Khudri dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda:
عن أبي سعيد رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال لتتبعن سنن من قبلكم شبرا بشبر وذراعا بذراع حتى لو سلكوا جحر ضب لسلكتموه قلنا يا رسول الله اليهود والنصارى قال فمن (خ 3456 و م 2669)

3. FUNGSI ILMU.
1 Sarana paling utama menuju taqwa
Urgensi ilmu dalam kehidupan seorang mukmin yang bertaqwa adalah hal yang tidak dapat disangkal. karena ketaqwaan itu sendiri identik dengan kemampuan merealisasikan ilmu yang shohih (benar) yang bersumber dari Al Qur’an dan As-Sunnah sesuai dengan pemahaman salaful umah (pendahulu umat ini). Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman :
ياأيها الناس اعبدوا ربكم الذي خلقكم والذين من قبلكم لعلكم تتقون( البقرة: 21)
2. Amalan yang tidak terputus pahalanya.
Ilmu merupakan sesuatu yang paling berharga bagi setiap muslim , sebab ilmu akan memelihara pemiliknya dan merupakan beban bawaan yang tidak berat, bahkan akan semakin bertambah bila diberikan atau digunakan, serta merupakan amalan yang akan tetap mengalir pahalanya , meskipun pemiliknya telah wafat, sebagaiman sabda Rosulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam :
عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة إلا من صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له (م/ 1631)
3 Pondasi Utama Sebelum Berkata Dan beramal.
Ilmu memiliki kedudukan yang agung dalam din ini, oleh karenanya ahlus sunnah wal jama’ah menjadikan ilmu sebagai pondasi utama sebelum berkata-kata dan beramal sebagaimana disebutkan oleh Imam Bukhory rahimahullaahu ta’ala dalam shohihnya “Bab ilmu sebelum berkata dan beramal“ berdasarkan firman Allah ta’aalaa:
فاعلم أنه لا إله إلا الله واستغفر لذنبك وللمؤمنين والمؤمنات والله يعلم متقلبكم ومثواكم (محمد:19)
Syaikh Sholih Al ‘Utsaimin rahimahullaahu ta’ala mengatakan: “Dengan ayat ini Imam Al Bukhori berdalil bahwa kita harus memulai dengan ilmu sebelum berkata dan beramal. Ini merupakan dalil naqli yang jelas bahwa manusia berilmu terlebih dahulu sebelum beramal dan berkata. Sedangkan secara aqli hal yang membenarkan bahwa ilmu harus dimiliki sebelum beramal dan berkata karena perbuatan dan perkataan tidak akan dinilai disisi Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa sebagai suatu ibadah jika tidak sesuai dengan syari’at. Sedangkan seseorang tidaklah mengetahui apakah amalannya sesuai dengan syari’at atau tidak melainkan dengan ilmu…” (Syarah Tsalatsatul Ushul).
Syaikh Islam Ibnu Taimiyah berkata: “ Barangsiapa meninggalkan petunjuk jalan, ia tersesat dijalan, dan tidak ada petunjuk jalan kecuali apa yang dibawa oleh Rosul.
Al Hasan berkata: ”Orang yang beramal tanpa ilmu adalah seperti orang yang berjalan tidak diatas jalan yang semestinya. orang yang beramal tanpa ilmu lebih banyak merusak dari pada memperbaiki carilah ilmu dengan cara yang tidak merugikan ibadah, dan carilah ibadah dengan cara yang tidak merugikan ilmu. Jika suatu kaum mencari ibadah dan meninggalkan ilmu, maka mereka memerangi umat Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam. Jika mereka mencari ilmu, maka ilmu tidak akan mengarahkan mereka berbuat kerusakan.”
Perbedaan antara ungkapan ini dengan ungkapan yang sebelumnya bahwa kedudukan ilmu pada ungkapan pertama ialah tingkatan pihak yang ditaati, diikuti, disuritauladani, diikuti hukumnya, sedang kedudukan ilmu pada ungkapan kedua adalah: Tingkatan petunjuk jalan yang mengantarkan kepada tujuan akhir.
4. Ilmu Merupakan Kebutuhan Rohani
Kebutuhan rohani terhadap ilmu melebihi kebutuhan jasmani terhadap makan dan minuman, sebagaimana perkataan imam Ahmad rahimahullaahu: ”Kebutuhan manusia akan ilmu melebihi kebutuhannya akan makanan dan minuman, sebab makanan dan minuman hanya dibutuhkan sekali atau dua kali dalam sehari, namun ilmu dia dibutuhkan sepanjang tarikan nafasnya.” Sebab rohani merupakan pengerak utama bagi jasmani jika rohani telah kering dari ilmu maka pada hakekatnya dia telah mati sebelum mati dan manusia seperti ini ibarat mayat-mayat yang berjalan, atau hidup bagaikan binatang ternak yang tidak dapat mengambil pelajaran dan pengajaran. Allah ta’ala berfirman :
ولقد ذرأنا لجهنم كثيرا من الجن والإنس لهم قلوب لا يفقهون بها ولهم أعين لا يبصرون بها ولهم آذان لا يسمعون بها أولئك كالأنعام بل هم أضل أولئك هم الغافلون(179)
“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk neraka jahanam kebanyakan dari jin dan manusia yang mempunyai hati (tetapi) tidak mahu memahami dengannya (ayat-ayat Allah), dan yang mempunyai mata (tetapi) tidak mahu melihat dengannya (bukti keesaan Allah) dan yang mempunyai telinga (tetapi) tidak mahu mendengar dengannya (ajaran dan nasihat); mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi; mereka itulah orang-orang yang lalai. (Qs. Al ‘Araf:179)
Ulama’ robbani merupakan manusia yang memiliki andil yang paling besar dalam memenuhi kebutuhan rohani mereka, oleh karenanya jika ulama telah meninggal dunia, maka hal itu merupakan musibah besar bagi kaum muslimin sebab akan hilanglah kesempatan bagi umat untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka yang akan mengakibatkan umat ini tenggelam dalam lautan syahwat dan syubhat. Hasan al Bashri rahimahullaahu berkata :
“Kalaulah bukan karena Ulama, maka jadilah manusia seperti binatang.”
إن الله لا يقبض العلم انتزاعا ينتزعه من العباد ولكن يقبض العلم بقبض العلماء حتى إذا لم يبق عالما اتخذ الناس رءوسا جهالا فسئلوا فأفتوا بغير علم فضلوا وأضلوا (متفق عليه, عن عبد الله بن عمرو)
Imam Nawawi rahimahullaahu berkata: ”Hadits ini menerangkan bahwa yang dimaksud dengan dihilangkannya illmu itu bukanlah dihilangkannya ilmu itu dari dada para penghafalnya, akan tetapi maknanya adalah wafatnya para ulama, hingga kemudian manusia mengangkat orang-orang bodoh yang menghukumi berdasarkan kejahilan mereka, mereka itu sesat dan menyesatkan (Syarah muslim)
إن من أشراط الساعة أن يرفع العلم ويثبت الجهل ويشرب الخمر ويظهر الزنا (متفق عليه, عن أنس)
6. Salah satu bentuk metode tashfiyah dan tarbiyah bagi umat agar tidak menjadi alat permainan iblis dan bala tentarannya .
Syaikh Salim Al Hilali Hafidzhohullah berkata : “Ketahuilah bahwa tipu daya iblis paling awal adalah memalingkan manusia dari illmu, sebab ilmu adalah cahaya, dan jika telah padam cahaya lentera mereka, dengan mudah iblis akan membenamkan mereka dalam kedzoliman (kegelapan) sekehendaknya

6. METODE MENCARI ILMU
6.1. Membaca kitab dan talaqi.
Dengan jalan membaca kitab-kitab terpercaya yang dikarang oleh para ulama yang terkenal keilmuannya, amanah mereka dan aqidah mereka selamat dari bid’ah-bid’ah dan khurafat. Mempelajari ilmu dari kitab secara langsung menjadikan seseorang mendapatkan apa yang ia tuju, akan tetapi belajar dari kitab secara langsung memilki dua kelemahan, yaitu :
Pertama ; Membutuhkan waktu yang sangat lama, usaha yang keras, bersungguh-sungguh sehingga akan mendapatkan ilmu yang ia inginkan dalam hal ini kebanyakan manusia tidak kuat untuk melaksanakannya terutama ketika ia melihat lingkungan sekitarnya dimana banyak orang yang membuang waktu mereka dengan sia-sia. Sehingga mempengaruhinya menjadi malas, meremehkan dan condong. Sehingga dia tidak memperoleh apa yang ia harapkan.
Kedua ; Bahwasanya orang yang belajar dari kitab secara langsung ilmunya lemah, tidak terbangun diatas kaidah dan ushul, kita mendapati kesalahan yang banyak dari orang yang belajar dari kitab secara langsung. Karena ilmu itu tidak tegak diatas kaidah dan ushul.
6.2. Belajar kepada guru yang terpercaya akan keilmuan dan agamanya, cara ini lebih cepat dan menyakinkan terhadap ilmu tersebut. Karena cara yang pertama kadang-kadang menyesatkan bagi orang yang belajar disebabkan ia tidak tahu terhadap jeleknya pemahaman, kedangkalan ilmunya ataupun sebab-sebab yang lain, sedangkan cara yang kedua, akan memungkinkannya diskusi, timbal-balik antara murid dan guru. Sehingga akan terbuka bagi murid pintu-pintu didalam memahami (ilmu), meneliti suatu hal dan bagaimana membela pendapat-pendapat yang shahih serta bagaimana caranya menolak pendapat yang dhoif .
Beberapa hal yang dapat membantu mendapatkan ilmu
1. Taqwa
2. Tekun dan kontinyu
3. Menghafal dan menjaga hafalan
“Dari Abu hurairah -semoga Allah meridloinya- berkata : orang-orang mengatakan: Abu Hurairah (mengumpulkan dan meriwayatkan) seandainya bukan karena dua ayat dalam al Qur’an saya tidak akan berbicara dengan sebuah hadits, kemudian beliau membaca firman Allah ta’ala :
إن الذين يكتمون ما أنزلنا من البينات والهدى من بعد ما بيناه للناس في الكتاب أولئك يلعنهم الله ويلعنهم اللاعنون (159)إلا الذين تابوا وأصلحوا وبينوا فأولئك أتوب عليهم وأنا التواب الرحيم(160)إن الذين كفروا وماتوا وهم كفار أولئك عليهم لعنة الله والملائكة والناس أجمعين(161)خالدين فيها لا يخفف عنهم العذاب ولا هم ينظرون (162) خالدين فيها لا يخفف عنهم العذاب ولا هم ينظرون(162)وإلهكم إله واحد لا إله إلا هو الرحمن الرحيم(163)
Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan dari keterangan-keterangan dan petunjuk hidayah, sesudah Kami menerangkannya kepada manusia di dalam Kitab Suci, mereka itu dilaknat oleh Allah dan dilaknat oleh sekalian makhluk. Kecuali orang-orang yang bertaubat, dan memperbaiki (amal buruk mereka) serta menerangkan (apa yang mereka sembunyikan); maka orang-orang itu, Aku terima taubat mereka, dan Akulah Yang Maha Penerima taubat, lagi Maha Mengasihani. Sesungguhnya orang-orang yang kafir, dan mereka mati sedang mereka tetap dalam keadaan kafir, mereka itulah orang-orang yang ditimpa laknat Allah dan malaikat serta manusia sekaliannya. Mereka kekal di dalam laknat itu, tidak diringankan azab sengsara dari mereka dan mereka pula tidak diberikan tempoh atau perhatian. Dan Tuhan kamu ialah Tuhan yang Maha Esa; tiada Tuhan (Yang berhak disembah) selain dari Allah, yang Maha Pemurah, lagi Maha Mengasihani. (QS: Al Baqarah 159-169)
sesungguhnya saudara-saudara kami dari kalangan dari kalangan muhajirin sibuk dengan berdagang dipasar, sudara-saudara kita dari kalangan anshor sibuk dengan pekerjaan mereka. Sedang abu hurairah senantiasa mulazamah (rutin menghadiri mejelis) Rosulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam, beliau hadir ketika mereka tidak hadir dan beliau menghafal ketika mereka tidak menghafal. (HR Bukhary no.115)
4. Sering bergaul dengan ulama.
5. Bersungguh-sungguh (Mujahadah)
Berkata Imam Syafi’i Rahimahullah: “Wahai saudarakku engkau tidak akan mendapatkan ilmu, kecuali dengan enam syarat : kecerdasan, kerakusan (akan ilmu), bersungguh-sungguh, memiliki biaya, bershahabat (berguru dengan ustadz) dan menempuh waktu yang lama.”
العلم إن أعطيت كلك أعطاك بعضه
6. Menjauhi Sifat Sombong dan Pemalu (yang berlebihan).
Kedua sifat ini akan menghalangi seseorang untuk bertanya terhadap suatu masalah yang tidak di ketahuinya , padahal kunci atau obat suatu kebodohan adalah bertanya. Sebagaiamana sabda Rosulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam
“Tidaklah mereka bertanya ketika mereka tidak mengetahui? Karena sesunguhnya obat kebodohan adalah bertanya: (hadits shohih, riwayat Abu Dawud dan Ibnu Majah)
باب الحياء في العلم وقال مجاهد لا يتعلم العلم مستحي ولا مستكبر. وقالت عائشة نعم النساء نساء الأنصار لم يمنعهن الحياء أن يتفقهن في الدين (خ)
7. Menjauhi kemaksiatan.
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman :
واتقوا الله ويعلمكم الله والله بكل شيء عليم(البقرة: 282)
ياأيها الذين آمنوا إن تتقوا الله يجعل لكم فرقانا ويكفر عنكم سيئاتكم ويغفر لكم والله ذو الفضل العظيم(الأنفال: 29)
Furqon yaitu seseorang dapat membedakan antara yang haq dan yang bathil.
Ibnu Mas’ud: “Sesungguhnya saya benar-benar menyangka bahwa seseorang lupa terhadap ilmu yang pernah di pelajarinya adalah akibat dari suatu dosa atau kemaksiatan yang telah dikerjakannya .
Berkata Iman Syafi’i rahimahullaahu: Saya mengadu kepada Waqi’ (gurunya) tentang buruknya hafalanku, lalu dia memberiku petunjuk untuk meninggalkan kemaksiaatan dan memberitahukan kepadaku bahwasanya ilmu Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa adalah cahaya dan cahaya Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa tidak diberikan kepada pelaku kemaksiatan.”

7. ADAB-ADAB MENUNTUT ILMU DAN BEBERAPA SIFAT YANG HARUS DIJAUHI.
a. ADAB-ADAB MENUNTUT ILMU
1) Ikhlas
Seorang yang hendak menuntut ilmu harus berniat melakukan kegiatannya itu karena Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Jika seseorang berniat menuntut ilmu untuk mendapatkan ijasah agar mendapatkan kedudukan atau status dalam masyarakat maka Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam mengancam dalam sebuah hadits :
من تعلم علما مما يبتغى به وجه الله عز وجل لا يتعلمه إلا ليصيب به عرضا من الدنيا لم يجد عرف الجنة يوم القيامة يعني ريحها (حم, د 3179, جه 248)
Namun jika seseorang mengatakan bahwa saya ingin mendapatkan ijasah bukan karena kepentingan (keuntungan) dunia tetapi karena peraturan dan sistem yang ada mengharuskan ijasah dan menjadi standar internasional, Syekh Utsaimin mengatakan : Jika niatnya mendapatkan ijasah untuk memberi manfaat bagi manusia dengan mengajar, memegang sebuah jabatan tertentu atau yang lainnya, maka niat ini tidak mengapa karena ini niat yang benar. (Kitabul Ilmi, hal 25-26)
إن أول الناس يقضى يوم القيامة عليه رجل استشهد فأتي به …… ورجل تعلم العلم وعلمه وقرأ القرآن فأتي به فعرفه نعمه فعرفها قال فما عملت فيها قال تعلمت العلم وعلمته وقرأت فيك القرآن قال كذبت ولكنك تعلمت العلم ليقال عالم وقرأت القرآن ليقال هو قارئ فقد قيل ثم أمر به فسحب على وجهه حتى ألقي في النار …. (م/3527)
Sengaja ikhlas disebutkan di awal pembahasan adab karena ikhlas merupakan pondasi.
2) Diniatkan untuk menghilangkan ketidaktahuan (kebodohan) diri dan orang di lingkungannya. Karena pada dasarnya setiap manusia dilahirkan dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman :
و الله أخرجكم من بطون أمهاتكم لا تعلمون شيئا وجعل لكم السمع و الأبصار و الأفئدة لعلكم تشكرون(النحل: 78)
Menuntut ilmu dengan niat menghilangkan ketidaktahuan (kebodohan) dari diri sendiri karena pada dasarnya setiap kita tidak tahu apa-apa sebelum belajar. Jika kita belajar dan menjadi orang yang berilmu maka ketidaktahuan (kebodohan) akan hilang. Demikian pula berniat menghilangkan ketidaktahuan dari umat ini. Ini bisa dilakukan dengan belajar dan berbagai usaha yang menyebabkan orang lain mendapat ilmu.
Untuk mendapatkan ilmu tidak hanya dengan duduk di pengajian, tetapi bisa dengan berbagai cara dan dalam berbagai keadaan. Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
بلغوا عني ولو آية (خ, كتاب الأنبياء)
Imam Ahmad rahimahullah berkata: “Ilmu itu tidak bisa ditandingi jika niat (belajar)nya benar.” Murid-murid beliau bertanya: “Bagaimana caranya?” Beliau menjawab: “Berniat menghilangkan ketidaktahuan dari diri sendiri dan orang lain.”
3) Menjaga syari’at Islam.
Hendaknya orang yang menuntut ilmu berniat menjaga dan membela syari’at karena buku-buku tidak mungkin membela syari’at. Seandainya seorang ahlu bid’ah mendatangi sebuah perpustakaan yang sangat penuh dengan buku-buku agama, kemudian berbicara dan menetapkan suatu bid’ah, tidak ada satu bukupun yang sanggup membantahnya. Berbeda jika dia berbicara dan menetapkan sebuah bid’ah di hadapan seorang ahlul ‘ilmi, maka ahlul ilmi tersebut akan dapat menolak dan membantahnya dengan al Qur`an dan as Sunnah.
Oleh karena itu sudah menjadi kewajiban thalibul ilmi untuk menuntut ilmu dengan niat menjaga syari’at, karena melindungi syari’at hanya bisa dilakukan oleh pasukannya. Hal ini seperti senjata. Sandainya kita memiliki berbagai senjata yang penuh dalam gudang, tentu harus ada orang-orang yang menggunakan senjata-senjata tersebut. Karena senjata-senjata tersebut tidak bisa menembak dengan sendirinya.
Kemudian bid’ah juga terus berkembang. Kadang ada bid’ah yang tidak terdapat dalam buku para ulama salaf tetapi sekarang muncul.
Oleh karena itu, orang-orang sangat membutuhkan ulama yang sanggup membantah usaha para ahlul bid’ah dan seluruh musuh Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Hal ini hanya bisa dilakukan dengan ilmu syar’i yang bersumber dari al Qur`an dan as Sunnah.
4) Lapang dada dalam perbedaan pendapat (yang mungkin terjadi).
Masalah-masalah yang diperselisihkan oleh para ulama ada beberapa jenis :
(1) Masalah yang sudah jelas dan tidak membuka kesempatan bagi siapa saja untuk ijtihad; maka tidak boleh ada perbedaan.
(2) Masalah yang masih terbuka kesempatan untuk berijtihad, maka perbedaan pendapat di sini masih bisa ditolerir. Pendapat anda tidak bisa menjadi argumen (hujjah) yang harus dipaksakan terhadap orang lain. Sebab kalau kita katakan bisa, maka akan berlaku pula sebaliknya, pendapat orang lain menjadi argumen (hujjah) yang harus dipaksakan kepada anda. Tentu ini untuk masalah-masalah yang banyak menggunakan logika (dan tidak ada nash secara tegas yang menjelaskannya) serta masih terbuka kesempatan untuk berbeda pendapat. Tetapi perbedaan pendapat ini tidak boleh kita jadikan alasan untuk mencela dan mencaci maki orang lain dan tidak boleh menjadi sebab permusuhan. Para sahabat dahulu pernah berbeda pendapat dalam beberapa masalah ijtihadiyah, tetapi hal itu tidak menjadikan mereka bermusuhan satu sama lain.
Berbeda halnya dengan orang yang menentang dan tidak mau mengikuti jalan para ulama salaf (dari kalangan para sahabat Nabi, tabi’in dan yang mengikuti jalan mereka), seperti masalah-masalah ‘aqidah, maka semua pendapat yang bertentangan dengan para ulama salaf tidak bisa diterima.


5) Mengamalkan ilmu
Thalibul ilmi berkewajiban mengamalkan ilmunya, baik dalam masalah aqidah, ibadah, akhlak, adab dan mu’amalah. Amal adalah buah hasil ilmu. Orang yang berilmu seperti pembawa senjata. Senjatanya bisa menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi dirinya ataupun sebaliknya. Oleh karena itu, dalam sebuah hadits Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :
القرآن حجة لك أو عليك * (م/328)
لا تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسأل عن عمره فيما أفناه وعن علمه فيم فعل وعن ماله من أين اكتسبه و فيم أنفقه وعن جسمه فيم أبلاه * (ت /2341)
عن عبد الله بن مسعود رضي الله عنه قال : "من علم منكم علما فليقل به ومن لم يعلم فليقل لما لا يعلم الله أعلم فإن العالم إذا سئل عما لا يعلم قال الله أعلم وقد قال الله لرسوله ( قل لا أسألكم عليه من أجر وما أنا من المتكلفين ) * (د/175)
Abud Darda` berkata : “Sesungguhnya orang yang paling buruk kedudukannya di hadapan Allah pada hari Qiamat adalah orang ‘alim yang tidak mengambil manfaat dari ilmunya.” (HR Ad Darimi no 264)
Kalau ada perintah dari Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan rasul Nya, maka percaya dan yakinilah kebenarannya kemudian amalkan, tanpa harus bertanya: Untuk apa ? Bagaimana ? Karena kebiasaan seperti ini bukan cara-cara orang-orang yang beriman, sebagaimana firman Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa :
وما كان لمؤمن ولامؤمنة إذا قضى الله ورسوله أمرا أن يكون لهم الخيرة من أمرهم ومن يعص الله ورسوله فقد ضل ضلالا مبينا (سورة الأحزاب : 36)
Para sahabat dahulu, jika Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berbicara dengan mereka dan memerintahkan mereka dengan barbagai hal yang kadang terasa aneh dan asing menurut pemahaman mereka, tetapi mereka menerimanya (secara langsung) tanpa bertanya : Untuk apa ? Bagaimana ? Berbeda dengan orang-orang sekarang, yang jika diajak dengan sabda Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam kemudian terasa asing di fikirannya, langsung mengajukan berbagai pertanyaan yang sebenarnya ingin menolak perintah itu, bukan ingin tahu. Oleh karena itu mereka (orang-orang sekarang) terhalang untuk mendapat taufik.

6) Mengajak ke jalan Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa. Thalibul ilmi hendaklah menjadi da’i yang menyeru ke jalan Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dalam berbagai kesempatan, di masjid, pertemuan-pertemuan, pasar dan sebagainya. Kita lihat Rasulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam setelah menerima wahyu menjadi nabi dan rasul, beliau tidak tinggal diam di rumahnya, beliau berda’wah dan terus berusaha. Kita tidak ingin bahwa para thalibul ilmi hanya menjadi orang-orang yang menukil dari buku, tetapi menjadi ulama yang senantiasa beramal.

7) Hikmah dalam bertindak.
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman :
يؤتي الحكمة من يشاء و من يؤتى الحكمة فقد أوتي خيرا كثيرا (البقرة : 269)
Termasuk sikap hikmah bahwa thalibul ilmi mendidik orang dengan akhlak yang menjadi perilakunya dan mengajak kepada agama Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa, dengan menghadapi dan mensikapi setiap orang dengan cara yang sesuai dengan kondisinya.
Al Hakim (orang yang berhikmah) adalah orang yang menempatkan segala sesuatu pada tempatnya.
Hendaknya setiap thalibul ilmi memilih cara dakwah yang paling mudah diterima. Kalau kita lihat banyak diantara da’i sekarang, karena semangatnya yang berlebihan akhirnya membuat orang lari dari da’wahnya. Kalau ada orang yang melakukan sesuatu yang diharamkan oleh Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa, anda akan lihat ia (da’i)mensikapinya dengan keras, yang membuat orang-orang lari dari da’wahnya.

8) Sabar ketika belajar.
Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa berfirman :
تلك من أنباء الغيب نوحيها إليك ما كنت تعلمها أنت و لا قومك من قبل هذا فاصبر إن العاقبة للمتقين (هود :49)
“Itu adalah diantara berita-berita penting tentang yang ghaib yang Kami wahyukan kepadamu (Muhammad) tidak pernah kamu mengetahuinya dan tidak (pula) kaummu sebelum ini. Maka bersabarlah; sesungguhnya kesudahan yang baik adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS Huud ayat 49)
9) Menghargai dan memuliakan ulama`.
Thalibul ilmi harus menghormati dan menghargai ulama`, punya sikap lapang dada terhadap perbedaan pendapat para ulama, bersedia memaafkan kesalahan orang yang keliru dalam aqidah. Ini point yang penting sekali. Karena ada sebagian orang yang mencari-cari kesalahan orang lain, agar bisa melakukan perbuatan yang tidak layak terhadap mereka dan merusak wibawa mereka. Ini termasuk kesalahan yang paling besar. Kalau ghibah terhadap orang awam termasuk dosa besar, maka ghibah terhadap orang ‘alim jauh lebih besar, karena ghibah terhadap orang ‘alim akibatnya bukan hanya terhadap dirinya sendiri tetapi juga terhadap ilmu syari’ah yang dibawanya.
ليس من أمتي من لم يجل كبيرنا ويرحم صغيرنا ويعرف لعالمنا (مسند أحمد ج: 5 ص: 323, عن عبادة بن الصامت)
10) Berpegang teguh kepada Al Qur`an dan As Sunnah.
11) Teliti dengan sumber dan isi ilmu yang akan dipelajari
12) Bersemangat untuk memahami ayat dan hadits sesuai dengan yang dikehendaki Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan rasul Nya shallallaahu 'alaihi wa sallam.

b. SIFAT-SIFAT YANG HARUS DIJAUHI OLEH PENUNTUT ILMU.
a. Hasad (iri dan dengki)
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahawa hasad adalah suatu sifat yang tercela, ia senantiasa menjangkiti hati setiap manusia. Dimana hal itu timbul karena adanya persaingan dengan orang lain untuk mendapatkan suatu maksud yang sama – sama diinginkan, sehingga merekapun saling membenci. Sebagaimana telah diriwayatkan dari Zubair bin Al Awwam -semoga Allah meridloinya- dia berkata : Rosulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam berkata: “ Kalian akan terkena suatu penyakit umat – umat sebelum kalian yaitu dengki dan kebencian.”(HR. Tirmidzi dan Ahmad).
“ Janganlah kalian saling membenci, saling memutuskan hubungan, saling mendengki, saling bermusuhan, jadilah kalian hamba – hamba Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa yang bersaudara.” (HR. Al-Bukhori dan Muslim )
Karena itu orang yang berilmu mendengki orang yang berilmu lainnya dan bukan kepada ahli ibadah. Dan sebaliknya ahli ibadah akan mendengki ahli ibadah lainnya dan bukan kepada ahli ilmu, tukang sepatu mendengki tukang sepatu lainnya dan tidak mendengki pedagang kain kecuali jika ada sebab – sebab tertentu. Dimana pangkal semua ini adalah cinta dunia. Dunia inilah yang membuat dua pesaing merasa tempat berpijaknya menjadi sempit, berbeda dengan urusan akhirat yang tidak akan membuat seseorang merasa sempit.sebab siapa yang mengetahui Allah ta’ala, malaikat , para nabi Nya, kekuasaan langit dan bumi, tidak akan mendengki orang lain. Bahkan jika ada pengetahuan diketahui orang lain atau banyak maka dia akan merasa gembira. Oleh karena itu semua ulama tidak ada yang saling mendengki. Sebab tujuan mereka adalah mengetahui Allah ta’ala.
Adapun sifat dengki tidak semua dilarang , sebagaimana sabda Rosulullah shallallaahu 'alaihi wa sallam didalam Ash Shohihain disebutkan dari hadits Ibnu Umar radliallahu ‘anhuma :” Tidak ada dengki kecuali dakam dua perkara : Orang yang diberi Al - Qur’an oleh Allah ta’ala lalu dia membacanya menjelang malam dan menjelang siang, dan seseorang yang diberi harta oleh Allah ta’ala lalu dia menafkahkannya dalam kebenaran menjelang malam dan menjelang siang.” ( HR. Bukhori dan Muslim ). .
b. Ta’ashub
Kata Ta’ashub secara bahasa berasaldari kata al - ‘ashabiah yang berarti semangat golongan, sedangkan kata ta’ashoba artinya mengencangkan pembalut atau perkumpulan atau ikatan .Dan ta’ashub bisy – syai artinya radhia bihi (rela terhadapnya )
“Apabila engkau menjadikan apayang datamg dari seseorang yang berupa pendapat atau apa yang diriwayatkannya berupa ijtihad sebagai hujjah bagimu dan bagi ssetiap orang.” (Asy Syaukani, dinukil dr kitab Wujub Luzumil Jama’ah)
Syaikhul islam Ibnu Taimiyah telah berkata dalam kitabnya Iqtidho Shirathal Mustaqim:
“Barang siapa mewajibkan untuk bertaqlid kepada seorang imam tertentu ( dengan disertai tidak boleh mengikutipendapat imam yang lain ) maka ia diminta untuk bertaubat, kalau tidak maka dibunuh , karena sesungguhnya penetapan kewajiban ini merupakan kemusyrikan kepada Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dalam hal pen syariatan, padahal perkara ini merupakan kekhususan Allah ta’ala dalam rububiah.
Dampak Negatif :
Adapun dampak negatifnya adalah :
1. Timbulnya perselisihan diantara umat Islam ( Qs Al Anfal : 46 )
2. Pengagungan terhadap selain Allah Subhaanahu Wa Ta'aalaa dan Rasul Nya. Ini merupakan kesesatan. (Qs An Nur: 63 ,Al Hujurat:1 ,An Nur: 51 –52 )
Al Imam Asy Syathibi telah berkata dalam kitabnya Al I’tishom II/355: “ Sesungguhnya berhukum kepada seseorang dengan tidak memperhatikan bahwa dia itu adalah wasilah untuk suatu hukum syar’I yang diinginkan secara syari’at adalah suatu kesesatan.”

3. Timbulnya al wala’ (loyalitas) al baro’ ( berlepas diri ) yang tidak benar.

4. Menolak kebenaran / al Haq.

5. Tersebarnya berbagai bid’ah ditengah umat Islam.(Dinukil dari Bundel majalah as Sunnah hal.19 – 23 )


c. Menjauhi ma’shiat.

d. Sombong.

e. Malas.

f. Sifat mudah putus asa.