Monday, February 15, 2010

Semangat Saling Menolong Antar Beragama

عن عبد الله بن عمر ر ضي الله عنهما قال: قال رسول الله صلى الله علعه و سلم : آلمسلم اخوالمسلم لـا يظلمه ولـا يسلمه ومن كان في حاجة أخيه كان الله في حاجه ومن فر ج عن مسلم كر بة فز ج الله عنه كر بة من كرب يو م القيا مة ومن ستر مسلما ستر ه الله يو م القيا مة (ر وا ه البخا ري ومسلم و أبو داود والنسا ئ والتر مذي)
Dari Abdullah Bin Umar RadhiyaAllahu Anhuma berkata, “Rasulullah saw bersabda “orang muslim itu saudara orang muslim lainnya, tidak menzhaliminya dan tidak membiarkannya. Dan barangsiapa yang (mencukupi) kebutuhan saudaranya maka Allah swt akan (mencukupkan) kebutuhannya pula, dan barang siapa meringankan beban kesedihan seorang muslim maka Allah swt akan meringankan beban kesedihan di hari kiamat darinya. Dan barang siapa yang menutupi (aib) seorang muslim maka Allah swt akan menutupi (aib)nya kelak pada hari kiamat.” (Diriwayatkan al Bukhary, Muslim, Abu Daud, An Nasa’I, dan tarmidzy).
At Tirmidzi mengatakan hadits ini Hasan Shahih.

Penjelasan Bahasa : Aslama fulanun fulanan = mengantarkan seseorang kepada kehancuran karna tidak melindunginya dari musuhnya, malah menyerahkannya ke pihak musuhnya, kata ini lebih luas konotasi penggunaannya, segala yang anda antarkan kepada sesuatu yang mengarah kepada kehancuran, kurbah = kesedihan yg menggerogoti jiwa atau kesulitan dan kesusahan
Penjelasan : Maksud dari persaudaraan orang muslim dengan orang muslim lainnya berarti kokohnya pertalian antara mereka seperti layaknya persaudaraan saudara-saudara sekandung yang mengakibatkan terpupuknya rasa mencintai, saling menolong dan upaya memberikan yang baik dan mencegah yang dapat mendatangkan mudharat. Sebagai konsekuensinya, tidak menzhaliminya dan tidak pula membiarkannya begitu saja, menzhaliminya berarti mengabaikan haknya baik yang menyangkut keamanan jiwa, harta benda maupun kehormatan, didasari unsur kesengajaan atau tidak. Perbuatan zalim hukumnya mutlak haram, dan al-Qur’an sendiri dalam beberapa ayatnya telah melarang perbuatan zalim itu. Rasulullah saw juga telah menjelaskan masalah ini, “kezaliman itu adalah kegelapan pada hari kiamat” (diriwayatkan Asy-Syaikhany). Sedangkan membiarkannya adalah menghinannya dan membiarkannya diancam musuh atau diperlakukannya keji olehnya. Jika saja seorang muslim itu mempunyai keharusan untuk melindungi dirinya sendiri dari hal-hal yang membahayakannya maka hendaklah ia juga mempunyai perasaan yang sama terhadap saudaranya sesama muslim, yang menurut kacamata syariat dianalogikan sebagai satu dari bagian organ tubuh. Orang yang satu harus menolong orang lain sesama muslim yang berbuat zalim atau yang dizalimi. Menolongnya sebagai orang yang berbuat zalim adalah dengan mencegahnya dari kezaliman yang ia lakukan sabdanya.
“Dan, barangsiapa yang mencukupi kebutuhan saudaranya maka Allah swt akan (mencukupkan) kebutuhannya pula” adalah perintah untuk lebih mengutamakan kemaslahatan umum baik yang menyangkut masalah keuangan, keilmuan, ataupun pengajaran kesopanan! Pernyataan ini menegaskan kembali bahwa waktu yang diperlukan seseorang untuk mencari nafkah untuk menopang kepentingan orang lain, tidak akan hilang percuma begitu saja. Tetapi Yang MahaKuasa dan Yang MahaMengetahui, yang memegang segala simpanan langit dan bumi, akan selalu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Sehingga jika saja seseorang itu mengorbankan sedikit saja demi kepentingan umat manusia maka ia akan mendapatkan balasan dari Allah kebaikan yang lebih banyak. Seseorang yang berusaha memenuhi kebutuhannya dengan jalan memenuhi kebutuhan orang lain, berarti telah mendalami inti makna yang terkandung dalam keumuman firman Allah swt dalam surah Muhammad ayat 7
         
7. Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.


“Dan barang siapa meringankan beban kesedihan seorang muslim maka Allah swt akan meringankan beban kesedihan di hari kiamat darinya” Ini adalah anjuran untuk berusaha mencegah segala bentuk bencana yang hendak menancapkan kukunya di tanah kaum muslimin di dalam kehidupan ini. Ketika seseorang tengah tertimpa kelaparan maka anda akan berusaha mengupayakan bantuan dari orang yang berpunya atau meminta mereka yang kaya untuk mengulurkan tangan bantuannya : ketika seseorang sedang menganggur maka anda akan merasa terketuk untuk mengusahakannya pekerjaan, ketika seseorang sedang teraniaya oleh orang lain maka anda akan segera mencarikan jalan keluar dari penganiayaan itu, ketika seseoramg tengah diserang penyakit mata, anda berusaha untuk mengobatkannya atau membawa ke doktor. Secara garis besar anda berusaha untuk saudara-saudara anda demi menghindarkan mereka dari musibah atau paling tidak memperkecil musibah yang menimpa itu. Dan sebagai balasannya Allah swt memberikan jaminan bahwa kelak di hari kiamat Allah swt akan mengangkat kesedihannya, dimana kesedihan pada hari itu adalah kesedihan yang sangat menyakitkan karena sebelumnya tidak pernah terbayangkan bentuk kesedihan itu, lantaran kesedihan di dunia tidak ada bandingannya. Pada hari itu dimana harta benda tidak berguna itu, hanya pertolongan yang telah di tanam di dunialah yang akan dapat menolong, yakni pertolongan yang di tanam oleh orang-orang yang sebelumnya sudah menyadari bahwa dirinya kelak akan membutuhkannya.

Bunyi hadits selanjutnya “dan barang siapa menutupi (aib) seorang muslim maka Allah swt akan menutupi (aib)nya kelak pada hari kiamat” adalah sebuah perintah untuk menutupi segala kekurangan saudaranya sesama muslim bila mengetahuinya, zhahir dari pernyataan ini dapat ditangkap bahwa menutupi kekurangan itu menyangkut segala bentuk kekurangan, baik yang kecil ataupun yang besar yang sudah semestinya dijatuhi hukuman, misalnya mencuri, berzina, atau meminum khamer. Tapi yang sangat diharapkan adalah menutupi apa pun bentuk kekurangan itu. Para ulama menjelaskan lebih rinci tentang hal ini, jika ada seseorang yang melihat orang lain tengah melakukan perbuatan dosa yang nantinya dikhawatirkan dapat membuka jalan ke arah kemungkaran maka ia harus segera mencegahi ya bagaimana pun caranya, karena bila hanya didiamkan maka ia telah terhitung berdosa lantaran tidak bernahi mungkar, sehingga pada waktu itu ia di ibaratkan sebagai orang yang membantu seseorang melakukan tindakan dosa. Firman Allah swt dalam surah al Maidah ayah 2 dalam kalimat terakhir
...       •   •    
2. dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
Masalahnya akan menjadi lain bila perbuatan dosa itu baru ia ketahui setelah semuanya terjadi. Bila ternyata yang berbuat itu diketahui dari golongan orang-orang yang sudah identik dengan dosa, maka ia berkewajiban menyampaikan hal itu kepada penguasa setempat, dikhawatirkan nanti dari perbuatan seorang saja akan berkembang menjadi sebuah kerusakan yang menyeluruh. Jika hal ini ditutupi berarti telah memberinya kesempatan untuk terus berbuat dan memancing orang-orang sekitarnya yang sudah rusak menjadi rusak. Tapi ketika tahu bahwa seseorang telah berbuat dosa sementara belum diketahui jelas apakah dari orang baik-baik atau orang yang sudah rusak, maka ia harus menutupi perbuatan tersebut. Dan boleh menyampaikan kepada pihak yang berwajib. Keputusan untuk menutupi aib itu juga tidak otomatis menyangkutkan dirinya sebagai orang yang berbuat dosa, karena memang ia belum mengetahui dengan pasti apakah orang yang ia pergoki tersebut sudah bertaubat atau belum. Dalam kasus seperti ini mengadukan kepada penguasa tidak diperbolehkan. Pendapat para ulama juga mengatakan ”cacat yang terdapat para diri para saksi, perawi dan orang-orang yang dipercaya memegang harta wakaf dan shadaqah itu termasuk bab menasehati orang-orang muslim, yang siapapun mengetahui cacat itu harus menasehatinya. Tidak dapat dikatakan itu termasuk bab ghibah atau wilayah mencoreng aurat, sebab pada pembahasan tema ini lebih berkonsentrasi pada keharusan bernahi mungkar. Kita sadar bahwa bagaimanapun juga kita tidak akan pernah mendukung seseorang untuk melakukan dosa. Namun bila dalam dengan pertimbangan menyebarluaskan aurat atau kekejian itu akan membawa manfaat bagi kalangan orang-orang muslim sendiri atau dengan mencegah timbulnya madharat, maka si pelaku dosa itu harus di ajukan kepada pihak yang berhak menanganinya, sebaliknya bila dengan menyebarluaskan tidak membawa arti apa-apa dan hanya sekedar membuka aib saja maka aib itu harus ditutupi, apalagi bila hal itu terjadi pada orang-orang yang belum mengenal kerusakan, dan satu hal yang perlu anda catat, ada aib budi pekerti yang tidak dapat ditembus oleh sorot mata manusia namun itu akan sangat menyakitkan bila diketahui, oleh sebab itu jika ada orang yang mengetahuinya hendaklah tidak menyebarkannya, karena menyebarkannya berarti menyakiti orang yang bersangkutan, sementara kita menyadari bahwa orang muslim itu adalah orang yang membuat orang-orang muslim lainnya terbebas dari perbuatan dosa dengan upaya lisan dan tangannya.
Allah swt berjanji kepada orang yang menutupi aurat ini akan menutupi auratnya kelak pada hari kiamat. Sehingga tidak kelihatan lagi oleh mata orang-orang yang melihat. Bahkan lebih dari itu, segala kesalahannya akan dimaafkan karena ia menanam amal kebajikan. Penafsiran kita “menutupi (aib) orang muslim dengan menutup mulut tidak sepenuhnya salah, hanya saja penafsiran diatas lebih jelas”.
Dalam firman Allah swt akhir kalimat Hud 114
.....  •        
114. .... Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.


(dr buku Adabun Nabi)

No comments: