Wednesday, June 28, 2006

dont say amorrrrr, if u .....

STUDIA Edisi 282/Tahun ke-7 (27 Februari 2006)

Ya, jangan bilang cinta kalo kita masih setengah hati mencintai. Jangan
pernah ucapkan kata cinta jika kita masih tak bisa memberikan pengorbanan
terbesar dalam hidup kita demi yang kita cintai. Jangan sampe keluar kata
cinta jika kita tak berani membela yang kita cintai. Sebab, cinta bukan
hanya ucapan yang manis di bibir, bukan kata yang kedengarannya indah di
telinga, dan bukan pula tulisan yang membuat kita merasa bahagia. Bukan
hanya itu. Karena cinta harus diwujudkan dalam perilaku. ‘Kalimah sakti’ itu
harus tercermin dalam perbuatan dan pikiran. Sekali berani bilang cinta,
maka seharusnya kita akan berani berkorban, berani membela, berani
bertanggung jawab terhadap apa yang kita cintai.

Sobat muda muslim, tolong jangan menggombal atas nama cinta. Jangan pula
pura-pura jadi orang yang penuh cinta dengan menipu diri karena sejatinya
kita belum sepenuhnya mencintai apa yang kita cintai. Cinta itu bukan
main-main, cinta adalah wujud dari keseriusan kita bahwa kita akan berusaha
melakukan apa saja demi yang kita cintai. Kalo kita mengecewakan yang kita
cintai, tentunya cinta kita palsu. Kalo kita mengkhianati apa yang kita
cintai, tentunya bukan cinta sejati. Sebab, jika benar-benar cinta kepada
apa yang kita cintai, kita nggak bakalan mengecewakan apalagi
mengkhianatinya. Tul nggak sih?


Jangan bilang cinta kepada Allah, jika…

Jika kita masih melanggar aturanNya. Sungguh sangat aneh jika kita berani
mengatakan cinta kepada Allah, sementara kita doyan alias hobi banget
menolak perintahNya, sementara laranganNya malah kita lakukan. Pastinya ada
yang error alias tulalit kalo kita bilang: “Aku cinta kepada Allah Swt.”,
tapi dalam kelakuan kita nggak mencerminkan kecintaan kita kepadaNya.

Misalnya nih, meski sholat rajin dan puasa rajin, tapi perintah Allah Swt.
yang lainnya seperti menutup aurat kalo keluar rumah nggak kita lakukan.
Anak cewek yang tertutup rapat dengan kain mukena ketika sholat, seharusnya
menutup rapat auratnya pula ketika keluar rumah. Seringnya kan nggak ya.
Rapi pada saat sholat, begitu keluar rumah malah tampil mengumbar aurat. Ke
sekolah nggak pake kerudung dan pakaian jilbab (pakaian terusan—buat anak
SMA sebenarnya bisa disambung pakaian atas putih dan bawah abu-abu).
Sebaliknya, malah pake rok. Meski rok itu menutupi lutut, tapi kan nggak
disebut pakaian muslimah. Padahal, Allah memerintahkan lho untuk mengenakan
busana muslimah buat wanita, sebagaimana dalam firmanNya: “Hai Nabi
katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri
orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh
mereka”.. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena
itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha pengampun lagi Maha
penyayang.”(QS al-Ahzab [33]: 59)

Yup, kita coba ngasih penjelasan. Begini sobat, jilbab bermakna milhâfah
(baju kurung atau semacam abaya yang longgar dan tidak tipis), kain (kisâ’)
apa saja yang dapat menutupi, atau pakaian (tsawb) yang dapat menutupi
seluruh bagian tubuh. Di dalam kamus al-Muhîth dinyatakan demikian: Jilbab
itu laksana sirdâb (terowongan) atau sinmâr (lorong), yakni baju atau
pakaian yang longgar bagi wanita selain baju kurung atau kain apa saja yang
dapat menutupi pakaian kesehariannya seperti halnya baju kurung.

Nah, kalo mau pengen tahu penjelasan tambahannya, ada juga keterangan dalam
kamus ash-Shahhâh, al-Jawhârî menyatakan: Jilbab adalah kain panjang dan
longgar (milhâfah) yang sering disebut mulâ’ah (baju kurung).

Nah, kapan mengenakan jilbab? Yang pasti kalo seorang muslimah pergi keluar
rumah. Atau kalo pun di dalam rumah, saat ada tamu asing (bukan mahrom—tentu
laki-laki). Sebab memang tujuannya juga adalah untuk menutup auratnya. Oya,
untuk bisa disebut mengenakan busana muslimah, maka seorang muslimah harus
mengenakan jilbab lengkap dengan kerudungnya. Begitu deh, secara singkatnya.

Bagi anak laki juga sama. Kalo keluar rumah atau kalo di dalam rumah tapi
ada wanita bukan mahrom nggak boleh tuh dipamerin dengkulmu dan udelmu.
Karena aurat laki-laki tuh dari pusar sampe lutut. Wah, kayaknya udah pada
paham deh. Soalnya nih pernah kita pelajari waktu SD dulu. Tul nggak? Ini
sekadar ngingetin aja, gitu lho.

Oya, itu baru kita bahas kewajiban menutup aurat, sementara kewajiban yang
dibebankan oleh Allah kepada kita banyak banget. Sebut saja tentang sholat,
puasa, zakat, pengaturan kehidupan sosial, ekonomi, pendidikan, budaya,
politik, hukum, sampe pemerintahan. Itu baru pokok-pokoknya, belum cabangnya
dari situ. Wah, kalo ditulis bisa ngabisin jatah halaman di buletin ini.
But, intinya nih, jangan bilang cinta kepada Allah kalo kita doyan menolak
kewajiban yang diperintahkanNya, malah berani mengamalkan apa yang
diharamkanNya.


Jangan bilang cinta kepada Rasulullah saw....

Jika kita masih melanggar aturan yang ditetapkan Rasulullah saw. Sebab, apa
yang disampaikan oleh Rasulullah saw. sejatinya adalah wahyu dari Allah Swt.
Ditegaskan oleh Allah Swt. dalam firmanNya: “...kawanmu (Muhammad) tidak
sesat dan tidak pula keliru. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Quran)
menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya).” (QS an-Najm [53]: 2-4)

Kalo kita masih mengumbar hawa nafsu dengan melakukan aktivitas pacaran,
berarti selain melanggar aturan Allah Swt., juga melanggar aturan Rasulullah
saw. Dan, tentu aja itu nggak mencintai Allah Swt. dan RasulNya. Allah
menjelaskan larangan mendekati zina (lihat QS al-Isra ayat 32). Nah, hadis
Nabi juga ada. Beliau saw. bersabda: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah
dan Hari Akhir, hendaklah tidak melakukan khalwat dengan seorang wanita yang
tidak disertai mahromnya. Karena sesungguhnya yang ketiga adalah syaitan.”
(HR Ahmad)

Sobat, jangan bilang cinta kepada Rasulullah saw., kalo kita nggak
tersinggung ketika ada pihak-pihak yang dengan sengaja melecehkan Rasulullah
saw. Aneh banget kan kalo kita ngakunya cinta mati sama Rasulullah saw.,
tapi kita nggak marah ketika ada orang yang menjelekkan Rasulullah saw.

Seperti kasus pelcehan terhadap Rasulullah saw. yang dilakukan media-media
Eropa dalam bentuk kartun yang salah satunya menggambarkan bahwa Muhammad
saw. sumber inspirasi kekerasan. Gambarnya adalah sosok lelaki dengan
tampang garang dan sorbannya berbentuk bom. Ditulisin di situ dengan jelas
dalam bahasa Arab kalimat Muhammad saw. Waduh, kaum Muslimin marah dengan
protes baik secara lisan maupun tulisan justru wajar. Karena cintanya kepada
Rasulullah saw. Yang parah tuh kalo kita diem aja, terus pura-pura bijak
dengan mengatakan bahwa kartun itu sebagai bentuk evaluasi buat umat Islam.

Nggak marah apalagi protes. Aneh banget kan? Macam mana pula tuh orang?
Ngakunya sih Muslim. Tokoh intelektual pula di di negeri ini. Sadar Pak!
Jangan bilang cinta kepada Rasulullah saw. jika hanya mengambil sebagian
ajarannya dan meninggalkan sebagian besar ajarannya yang lain. Kalo kita
cinta kepada Rasulullah saw. berarti harus mengambil seluruh yang dibawanya.
Bukan dipilih-pilih sesuai kehendak hawa nafsu kita. Karena Allah Swt.
memerintahkan kita untuk mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulullah saw.
sebagaimana firmanNya:“Apa yang datang (diajarkan) Rasul kepadamu, maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS
al-Haysr [59]: 7)

Oke, boleh bilang cinta kepada Rasulullah saw., asalkan kita berani pula
untuk menaati segala perintahnya dan meninggalkan segala larangannya. Bohong
besar banget kalo kita ngaku-ngaku cinta sama Rasulullah saw. tapi nggak
pernah melaksanakan tuntunan ajarannya. Betul ndak?


Jangan bilang cinta sama ortu...

Jika kita masih suka melawannya, mencelanya, merendahkannya, dan bahkan
menghinanya. Bohong banget kalo kita ngaku-ngaku cinta sama ortu kita, tapi
setiap ortu minta tolong untuk kebaikan kita malah menolaknya. Percuma
bilang cinta sama ortu, tapi kalo diingetin untuk kebaikan dan kebenaran
kita malah menghardiknya. Anak macam apa itu?

Buktikan kecintaan kita kepada ortu kita adalah dengan berbakti kepadanya.
Menghormati mereka, menghargai mereka, menolong mereka, dan membuat mereka
bahagia dengan adanya kita. Keberadaan kita yang udah dilahirkan ini bukan
menjadi beban mereka. Kasihan ibu kita, sejak mengandung kita, melahirkan
kita, merawat dan membesarkan kita, ia tak pernah mengeluh. Ayah kita juga
sama. Mencari nafkah dengan semangat untuk keluarganya.
Cinta mereka sepenuh hati buat kita. Sudah terbukti kok. Karena sampe
sekarang aja, meski kita bandel, ibu dan ayah kita tetap mendoakan agar kita
mendapat petunjuk sambil terus membimbing kita (meski kadang menurut kita
terlihat seperti orang yang cerewet). Tuh, gimana nggak penuh cinta. Jadi,
kitanya sendiri nih yang kudu membuktikan bahwa kita cinta kepada ibu dan
ayah kita dengan cara berbakti kepadanya. Itu sebabnya, jangan bilang cinta
kalo kita tak menghargainya, tak berbakti kepada mereka. Oke?


Jangan bilang cinta kepada kaum Muslimin...

Jika kita nggak mau bekerjasama saling mengingatkan dalam kebenaran dan
saling membantu jika di antara kita mengalami kesusahan. Bohong banget
ngaku-ngaku cinta kepada sesama kaum Muslimin, tapi ketika ada saudara
seakidah kita minta tolong malah dicuekkin. Apalagi sesama aktivis dakwah,
mentang-mentang beda kelompok dakwah, lalu nggak mau menolong jika beda
kelompok dakwah. Lebih parah lagi jika para aktivis dakwah itu masih sodara
kandung. Karena kakaknya beda kelompok dakwah dengan adiknya, lalu ketika
mereka membutuhkan pertolongan malah disuruh minta ke temen-temen dari
kelompok dakwah masing-masing. Yee.. mana ukhuwahmu? Bohong banget
ngaku-ngaku cinta sesama Muslim tapi dengan sesama kaum Muslimin sendiri
nggak mau menolong hanya karena yang akan ditolong beda kelompok dakwah.
Kalo gitu caranya, jangan bilang cinta kepada kaum Muslimin. Sadar ye akhi
wa ukhti...


Jangan bilang cinta kepada diri sendiri...

Jika kita senang menjerumuskan diri dalam bahaya dan kerusakan. Bohong
banget bilang cinta ama diri sendiri, tapi setiap hari kita nenggak minuman
keras, sering juga mengkonsumsi narkoba, tubuh kita dipenuhi tattoo. Bahkan
banyak di antara kita yang mengumbar auratnya dan dipajang di sampul majalah
porno atau joget-joget kayak cacing kepanasan mempertontonkan keindahan
tubuhnya di layar televisi (termasuk mereka yang menjerumuskan tubuh-tubuh
mereka dalam perzinahan).

Menurut saya, mereka adalah orang-orang yang nggak cinta pada dirinya
sendiri. Kalo dipikir-pikir, memang sih tubuh kita ya tanggung jawab kita
sepenuhnya. Mau diapakan saja terserah kita. Wong, itu tubuh kita. But, kita
kudu ingat sobat. Bahwa tubuh kita bukan milik kita. Tubuh kita sejatinya
milik Allah Swt. Jadi, tuh tubuh kudu kita pelihara dan dijaga sesuai aturan
dari yang menciptakan kita, yakni Allah Swt.

Itu sebabnya, ada larangan bunuh diri, larangan mengkonsumsi narkoba,
larangan mentato badan, larangan mempertontonkan aurat di muka umum dll. Iya
kan?

Oke deh, moga renungan sederhana ini bisa ngingetin kita untuk mengevaluasi
kehidupan kita: Apa benar kita udah cinta banget sama Allah, RasulNya, ortu
kita, kaum Muslimin, dan cinta kepada diri kita sendiri jika kita masih
berperilaku yang justru menggambarkan bentuk pengkhianatan terhadap cinta
yang kita ikrarkan?

Semoga kita menjadi orang-orang yang benar-benar mencintai Allah Swt.,
RasulNya, ortu kita, kaum Muslimin, dan diri kita sendiri. Nah, itu harus
dibuktikan dalam pikiran dan perbuatan sesuai tuntunan ajaran Islam. Oke?
Semangat! [solihin: sholihin@gmx.net]


nb : dr kiriman teman via email ( adek asti)